Mantan Anggota DPRD Indramayu Disekap dan Disiksa di Wilayah Konflik Myanmar
INDRAMAYU - Pemerintah Daerah (Pemda) Indramayu terus melakukan koordinasi dengan institusi di tingkat pusat menyusul adanya informasi salah satu warganya, Robi'in, yang bekerja di perbatasan Thailand-Myanmar mengalami tindakan penyiksaan di tempatnya bekerja.
Bupati Indramayu, Nina Agustina mengatakan, tindakan tersebut dilakukan agar Robi'in yang merupakan mantan anggota DPRD Indramayu itu dapat segera dipulangkan dan bertemu dengan keluarganya di Indramayu.
"Kita terus pantau dan menjalin komunikasi dengan Mabes Polri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, BP2MI, Polda Jawa Barat dan semua institusi yang bertujuan agar Robi'in dapat segera pulang ke tanah air," kata Nina, Sabtu (18/1/2025).
Kendati demikian, Nina mengakui bahwa untuk memulangkan Robi'in tidaklah mudah. Mengingat, wilayah tempat Robi'in bekerja merupakan zona konflik bersenjata. Meski begitu, pihaknya tetap berharap agar Robi'in dapat segera dipulangkan ke tanah air.
"Kita terus bertekad agar Robi'in segera dipulangkan. Berbagai upaya akan kita lakukan," ujar Nina.
Di sisi lain, Nina mengungkapkan, dirinya sangat terenyuh ketika melihat sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan empat warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar.
"Saya sangat terenyuh saat melihat video mereka meminta bantuan kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera dipulangkan ke Indonesia," ungkap Nina.
Sementara Istri Robi'in, Yuli Yasmi, membenarkan jika suaminya adalah salah satu dari empat WNI yang terlihat dalam video tersebut. Mereka masih berusaha meminta bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk segera dipulangkan dari Myanmar.
“Video itu memang benar, itu suami saya. Percakapan yang disampaikan tidak pernah jauh dari permintaan untuk dibawa pulang,” ujar dia.
Yuli menyatakan, video tersebut sebenarnya direkam beberapa bulan lalu dengan tujuan untuk mendokumentasikan situasi dan sebagai bukti saat melaporkan kasus ini kepada pemerintah. Dia pun khawatir, jika video itu diketahui oleh perusahaan tempat suaminya bekerja, keselamatan suaminya dan tiga WNI lainnya bisa terancam.
Kadis Kebudayaan Jakarta Dinonaktifkan Usai Kantor Digeledah Kejati Soal Dugaan Korupsi Rp150 Miliar
“Jika perusahaan tahu, mereka akan habiskan. Resikonya sangat besar,” ucap dia.
Yuli menyampaikan, komunikasi terakhirnya dengan Robi'in terjadi sekitar dua minggu lalu. Dalam komunikasi tersebut, Robi'in memohon agar pemerintah Indonesia dapat segera memulangkan mereka.
Meskipun telah melaporkan kasus ini, upaya pemulangan masih menghadapi kendala karena lokasi yang sulit diakses.
Kedutan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangoon telah menyarankan ke Robi'in agar menghubungi hotline yang disediakan oleh pihak kedutaan. Meski sudah dilakukan, tetapi hingga saat ini belum ada perwakilan KBRI yang mengunjungi langsung perusahaan tempat Robi'in bekerja.
“Suami hanya menghubungi via chat mas. Jawaban dari hotline Yangoon meminta sharelok dan berkas kayak paspor. Tapi sampai sekarang belum ada utusan KBRI atau KBRI-nya langsung ke perusahaan. Chat itu ada sekitar tiga bulan yang lalu," ujar Yuli.
Di sisi lain, Yuli menuturkan, bahwa Robi'in suaminya, menjadi korban kerja paksa dalam kegiatan penipuan daring atau scamming yang marak di Myanmar. Scamming merupakan tindakan menipu orang untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal.
“Suami saya disuruh kerja paksa untuk melakukan penipuan online. Di Myanmar itu biasanya penipuan online atau Scamming. Dia di sana dipaksa jadi bagian dari Scammer (Pelaku Scamming),” jelas dia.
Yuli menegaskan, jika suaminya tersebut bekerja sebagai Scammer bukan operator judi online (judol), seperti yang sering terjadi di beberapa negara Asia, lebih umum terjadi di Kamboja.
“Di Myanmar rata-rata biasanya penipuan online atau Scamming. Di sana dia sebagai Scammer. Kalau judol itu biasanya adanya di Kamboja, dan kalau di Kamboja itu menerima gaji, karena judol kan di Kamboja itu resmi atau legal,” terang dia.
Dalam hal ini, Yuli berharap, pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk memulangkan suaminya dan tiga WNI lainnya.
"Saya berharap agar kasus ini mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia, dan berharap semoga jalan keluar buat pemulangan suami saya dan tiga WNI lainnya segera ditemukan," harap dia.