Universal Basic Income, Bhima : Eksperimen Menarik Bojonegoro Klunting Vs Makan Siang Gratis
BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Pasangan calon bupati dan wakil bupati Bojonegoro nomor urut satu, Teguh Haryono dan Farida Hidayati, resmi meluncurkan program inovatif bernama 'Bojonegoro Klunting' yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bojonegoro Klunting adalah Program pemberian hak dari bagi hasil Migas, bantuan ini berupa pemberian Insentif dana stimulan kepada seluruh warga masyarakat Bojonegoro tak terkecuali, baik kaya atau miskin.
Seluruh masyarakat Bojonegoro yang memiliki KTP Bojonegoro akan mendapatkan hak dari DBH Migas setiap bulan, ini sesuai dengan amanat Undang - Undang Dasar 1945 pasal 33.
Ini adalah latar belakang Paslon Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro nomer urut 1 Teguh Haryono dan Farida Hidayati ingin memberikan bantuan.
Program ini pun dibedah pada Diskusi Publik Menyambut Universal Basic Income atau Hak Dasar Pendapatan Warga bersama para pakar yang berkompeten di bidangnya pada Kamis 21 November 2024.
Salah satu nara sumber yakni Bhima Yudhistira selaku Direktur Eksekutif CELIOS - Center Of Economic And Law Studies.
Haji Sibral Malasyi - Hasan Basri Prioritaskan Pembangunan Masjid Agung dan Jalan Dua Jalur di Pijay
Bhima Yudhistira mengatakan, perlu adanya konsistensi dalam mendorong eksperimen-eksperimen Universal Basic Income (UBI), terutama di daerah yang memiliki anggaran APBD dan Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam dalam jumlah besar.
Eksperimen ini memiliki potensi yang jauh melampaui bantuan sosial (bansos) atau program-program berbasis Dana Alokasi Khusus, dana pusat (APBN), maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Secara khusus, Bojonegoro sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam menjadi wilayah yang ideal untuk memulai program semacam ini," beber dia.
Tujuannya adalah memastikan manfaat dari eksploitasi sumber daya alam—baik itu migas, ekstraksi SDA lainnya, perkebunan, maupun mineral kritis—dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar tanpa melalui prosedur birokratis yang rumit.
"Kita tahu bahwa anggaran bansos sering kali mengandung biaya tambahan seperti fee administrasi, biaya operasional transfer melalui bank, hingga pengeluaran untuk monitoring dan pengawasan. Biaya-biaya ini dapat mengurangi efektivitas dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat," sebutnya.
Bansos juga biasanya memiliki persyaratan tertentu untuk penerimanya, seperti kategori kemiskinan, yang menambah kerumitan administrasi.
Sebaliknya, Universal Basic Income seperti "Bojonegoro Klunting" atau Jaring Pengaman Semesta dirancang untuk menghilangkan hambatan birokrasi tersebut. Dana diberikan langsung kepada masyarakat tanpa beban administrasi yang besar, sehingga lebih efektif dan langsung dapat dimanfaatkan. Kepercayaan menjadi elemen penting dalam konsep ini: masyarakat diberi kebebasan penuh untuk membelanjakan dana tersebut sesuai kebutuhan mereka.
Sebagai contoh, jika dibandingkan antara program makan bergizi gratis untuk anak sekolah dan Universal Basic Income, terlihat perbedaan yang signifikan.
Program makan bergizi membutuhkan persiapan operasional yang sangat kompleks, mulai dari logistik hingga memastikan distribusi yang merata. Sementara itu, dengan UBI, dana langsung diberikan kepada keluarga, yang lebih cepat dieksekusi dan memungkinkan keluarga memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya sesuai preferensi masing-masing.
Eksperimen seperti ini sangat relevan dilakukan di Bojonegoro, terutama menjelang momentum Pilkada. Ini dapat menjadi langkah strategis untuk menunjukkan bagaimana kebijakan berbasis Universal Basic Income mampu memberikan dampak langsung yang nyata bagi masyarakat.