Perkebunan Sawit Berpotensi Menyediakan 1 Juta Hektare Lahan per Tahun untuk Tanaman Pangan
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Indonesia menghadapi tantangan besar terkait kemandirian pangan dan energi di masa kini dan mendatang. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi solusi untuk menghadapi tantangan ini tanpa perlu membuka lahan baru.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto, saat berbincang dengan media di Jakarta pada Selasa (8/10/2024). Menurut Kacuk, perkebunan kelapa sawit berkontribusi dalam dua aspek, yaitu hasil minyak sawit dan ketersediaan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman lain, baik untuk pangan maupun energi terbarukan.
Kacuk menjelaskan bahwa setiap tahun terdapat potensi sekitar 1 juta hektare (ha) lahan yang dapat digunakan untuk menanam tanaman selain kelapa sawit, yang dapat mendukung produksi pangan dan energi terbarukan. Potensi lahan ini berasal dari siklus peremajaan (replanting) kelapa sawit.
Saat ini, total perkebunan kelapa sawit di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mencapai 16,2 juta ha, dengan siklus peremajaan sawit berlangsung setiap 25 tahun. Setiap tahun, program peremajaan melibatkan sekitar 648.000 ha lahan.
Potensi lahan untuk tanaman sela tiap tahun diperkirakan mencapai 240 dari 648.000 ha atau sekitar 1,5 juta ha jika lahan tersebut diberakan, atau 140 jika langsung ditanami, yang setara dengan sekitar 1 juta ha. Angka ini didasarkan pada perhitungan bahwa pada tahun pertama, 70 dari lahan 648.000 ha dapat ditanami tanaman sela, turun menjadi 50 pada tahun kedua, dan 20 pada tahun ketiga. Jika lahan diberakan, maka potensi tanamnya meningkat menjadi 240, atau sekitar 1,5 juta ha.
Potensi produksi tahunan dari lahan tersebut, jika ditanami sorgum, mencapai 8 juta ton (tidak diberakan) dan 12 juta ton (diberakan). Jika ditanami singkong, hasilnya sekitar 45 juta ton per tahun (tidak diberakan), dan 70 juta ton jika diberakan. Untuk kedelai varietas Grobogan, hasil panen mencapai 2,9 juta ton (tidak diberakan), dan 4,5 juta ton jika diberakan. Sedangkan untuk jagung, hasilnya 8 juta ton (tidak diberakan) dan 12,4 juta ton jika diberakan.
Kacuk menjelaskan bahwa tanaman sela seperti sorgum, jagung, singkong, dan kedelai telah dicobanya di lahan perkebunan sawit milik PT Paya Pinang Group di Sumatera Utara. Ia menambahkan, dengan praktik budidaya yang lebih baik, hasilnya bisa jauh lebih tinggi.
Namun, tantangan utama dalam optimalisasi lahan perkebunan sawit saat replanting adalah ketiadaan off taker atau pembeli hasil panen tanaman sela. Kacuk mengusulkan agar pemerintah, melalui Perum Bulog, berperan dalam menyerap hasil panen ini. Jika tidak ada pihak yang siap menjadi off taker, hasil panen dapat dikonsumsi oleh masyarakat sekitar kebun.
Dengan pendekatan ini, masyarakat sekitar perkebunan dapat menjamin ketahanan pangan mereka sendiri, serta menikmati harga yang lebih terjangkau karena biaya logistik yang rendah. Selain itu, masyarakat juga mendapatkan manfaat dari kegiatan ekonomi yang timbul dari konsep ini.
Kacuk menambahkan bahwa konsep ini memiliki multiplier effect yang tinggi di pedesaan, yang dapat mendukung ketahanan ekonomi lokal. Dengan demikian, optimalisasi lahan perkebunan sawit ini dapat membantu mencapai kemandirian pangan tanpa perlu membuka lahan baru.