2 Senjata Pamungkas China Lawan Amerika dalam Perang Dagang

2 Senjata Pamungkas China Lawan Amerika dalam Perang Dagang

Ekonomi | sindonews | Sabtu, 12 April 2025 - 05:56
share

Tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin tinggi. Kedua ekonomi terbesar dunia itu saling balas mengenakan tarif di atas 100 persen untuk impor barang-barang yang berasal dari negara masing-masing.

Di tengah meningkatnya ketegangan tersebut, para ahli memperingatkan bahwa Presiden China Xi Jinping memiliki2 senjata utama yang dapat membuat Amerika menderita. Dua senjata itu adalah memangkas ekspor tanah jarang dan membuang obligasi pemerintah AS - tindakan yang dapat melumpuhkan sistem pertahanan AS, meningkatkan biaya pinjaman, dan memicu guncangan keuangan global.

Larangan total ekspor mineral tanah jarang, dinilai bisa membuat rudal, jet tempur, dan bahkan teknologi konsumen Amerika mati kutu. "Tidak ada satu pun pesawat jet milik Angkatan Udara Amerika Serikat yang tidak memiliki tanah jarang dalam berbagai bentuk, terutama dalam bentuk magnet," kata Mark Smith, CEO NioCorp dan veteran industri pertambangan mineral seperti dilansir Fox Business.

Jika China berhenti mengekspor tanah jarang, kata dia, dampaknya terhadap kesiapan militer AS akan langsung terasa. "Kacamata penglihatan malam, rudal hipersonik, rudal pintar yang menjadi rudal bodoh - maksud saya Anda benar-benar dapat menembaknya, tetapi rudal pintar tidak akan dapat mencapai tujuan mereka," ujar dia.

Minggu lalu, China menempatkan 7 jenis tanah jarang sedang dan berat pada daftar kontrol ekspor. Meskipun kontrol tersebut tidak sampai pada larangan langsung, Beijing masih dapat menghambat perdagangan dengan membatasi jumlah lisensi ekspor yang dikeluarkannya. China mendominasi 90 pasar tanah jarang global - sekelompok 17 elemen yang penting bagi industri pertahanan, energi, dan elektronik.

Beijing juga telah membatasi pengiriman mineral penting lainnya - termasuk germanium, galium, dan grafit - ke AS selama dua tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan AS dipastikan bakal kesulitan untuk mengisi kesenjangan tersebut. Diperlukan waktu rata-rata 29 tahun untuk beralih dari penemuan mineral hingga produksi di AS.

Seiring meningkatnya ketegangan dengan Washington, Beijing juga bisa menggunakan senjata pamungkas keduanya, yakni dengan membuang obligasi pemerintah AS - ancaman yang telah menimbulkan kegelisahan di pasar keuangan. China memegang utang AS sebesar USD761 miliar, atau sekira Rp12.784 triliun (kurs Rp16.800 per USD), menjadikannya pemegang utang AS asing terbesar kedua setelah Jepang. Penjualan besar-besaran oleh China dapat menurunkan nilai obligasi AS dan menyebabkan melonjaknya imbal hasil, yang secara tajam meningkatkan biaya pinjaman bagi pemerintah federal. Hal itu juga dapat melemahkan dolar AS dan mengirimkan gelombang kejut melalui pasar keuangan global.

Di luar obligasi pemerintah, China juga dapat lebih jauh mendevaluasi yuan - taktik yang telah digunakan berulang kali - untuk membuat ekspornya lebih kompetitif sambil mengurangi harga barang-barang Amerika di pasar domestiknya.

Presiden Donald Trump sebelumnya mengumumkan bahwa AS mengeluarkan jeda tarif selama 90 hari, kecuali bagi China. Beijing tetap dikenai tarif, yang bahkan ditingkatkan hingga 145 persen setelah China membalas menaikkan tarif atas impor AS dari 84 persen menjadi 125 persen.

Namun, di tengah semua pernyataan keras tersebut, Trump terusberkomentar bahwa China sesungguhnya ingin membuat "kesepakatan" dengannya. "China ingin membuat kesepakatan. Mereka hanya tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Anda tahu, itu salah satu hal yang belum saya ketahui. Orang-orang yang bangga. Dan, Presiden Xi adalah orang yang bangga," katanya.

Langkah Xi selanjutnya mungkin bergantung pada seberapa besar penderitaan yang ingin ia timpakan pada ekonominya sendiri, mengingat perang dagang merugikan kedua belah pihak dalam hampir setiap skenario.

"Ia bukan pemimpin yang sama seperti pada tahun 2018," kata Nazak Nikakhtar, seorang pakar perdagangan dan mantan pejabat Departemen Perdagangan. "Ia telah menasionalisasi banyak kemampuan manufaktur berteknologi tinggi di China, termasuk semikonduktor dan AI. Ia telah mengonsolidasikan kekuasaan-ia mendekati akhir masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencari masa jabatan keempat, dan ia telah menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Ia hanya lebih kuat secara ekonomi daripada sebelumnya, jadi saya pikir ia bersedia untuk membalas dengan keras."

Nikakhtar memperkirakan Xi akan meningkatkan pembalasan dengan terus membuang obligasi pemerintah AS dan memperluas larangan ekspor mineral penting. "Saya pikir dia benar-benar, sungguh-sungguh bersedia menanggung penderitaan sebanyak yang diperlukan secara internal untuk menimbulkan penderitaan di Barat. Dan saya pikir dia bisa lolos karena pemerintah China mengendalikan semua tuas ekonomi. Mereka tidak memiliki kekuatan pasar bebas yang menggerakkan banyak hal," katanya.

Namun, menurut Nikakhtar AS juga memiliki lebih banyak senjata di gudang arsenalnya. "Apakah kita mampu melakukan lebih dari yang telah kita lakukan dalam hal tidak hanya tarif, kontrol ekspor, pembatasan arus modal? Tentu saja. Apakah Departemen Keuangan berpotensi bersedia untuk melakukan beberapa sanksi serius yang dapat melumpuhkan bank-bank China? Saya pikir mereka bersedia," tandasnya.

Topik Menarik