Viral Kayu Gelondongan Terbawa Banjir di Sumatera, Kemenhut Ungkap Pemiliknya
JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) buka suara soal viralnya video kayu gelondongan hanyut terseret banjir di Sumatera Utara. Kemenhut menyebut kemungkinan besar berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang berada di areal penggunaan lain (APL).
"Kita deteksi bahwa itu dari PHAT di APL. PHAT adalah Pemegang Hak Atas Tanah. Di area penebangan yang kita deteksi dari PHAT itu di APL, memang secara mekanisme untuk kayu-kayu yang tumbuh alami itu mengikuti regulasi kehutanan dalam hal ini adalah SIPU, Sistem Informasi Penataan Hasil Hutan," kata Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 28 November 2025.
Dugaan sementara, katanya, adalah kayu bekas tebangan yang sudah lapuk dan kemudian terseret banjir. Pemeriksaan secara menyeluruh masih perlu dilakukan oleh tim Gakkum Kemenhut mengingat kejadian banjir masih terjadi sampai saat ini.
Dia mengakui bahwa Gakkum Kemenhut kerap melakukan operasi membongkar modus operandi pencucian kayu ilegal hasil pembalakan liar melalui PHAT. Termasuk menemukan sejumlah kasus di wilayah yang sekarang terdampak banjir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Ditanya apakah terdapat kemungkinan kayu-kayu tersebut merupakan hasil pencucian kayu ilegal lewat skema PHAT, Dwi Januanto menyebut tidak mengesampingkan terdapat potensi kayu-kayu itu berasal dari modus yang serupa.
"Kawan-kawan masih ngecek, ya tapi kita sinyalir ke situ," jelasnya.
Sebelumnya, rekaman video yang diunggah di media sosial diduga berasal dari Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah di Sumatera Utara memperlihatkan kayu-kayu gelondongan yang ikut terbawa banjir.
Sejumlah warganet mengaitkan kayu-kayu tersebut dengan fenomena deforestasi di wilayah Sumatera yang yang terdampak banjir dan longsor dalam beberapa waktu terakhir.
Kemenhut Evaluasi Hutan
Di sisi lain, Kemenhut akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk rehabilitasi lahan kritis di daerah aliran sungai (DAS) dan evaluasi pengelolaan hutan di area terdampak banjir di Sumatera, meski sebagian besar di areal penggunaan lain (APL).
Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki menyampaikan banjir yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera berada di enam DAS yaitu DAS Krueng Geukuh, DAS Krueng Pasee, DAS Krueng Keureto yang didominasi oleh APL.
Hal serupa juga ditemukan di Sumatera Utara dengan DAS Kolang, DAS Sibuluan, DAS Aek Pandan, DAS Badiri dan DAS Garoga dan di Sumatera Barat di DAS DAS Anai, Antokan, Banda Gadang, Masang Kanan, Masang Kir, dan Ulakan Tapis.
"Tentunya kami akan terus meningkatkan mitigasi yang nantinya kita akan sampaikan kepada pemerintah daerah dan kita juga akan mengevaluasi terhadap pengolahan hutan walaupun tadi sebagian besar adalah di APL yang itu menjadi kewenangan dari pemerintah daerah," kata Wamenhut.
"Tapi kami juga akan melakukan evaluasi dan kita akan mendorong pengelolaan hutan yang bisa meminimalkan risiko terjadinya banjir dan tanah longsor," tambahnya dilansir Antara.
Dia memastikan Kemenhut terus memperkuat langkah pengelolaan DAS secara menyeluruh sebagai respons atas meningkatnya kejadian banjir di berbagai wilayah.
Upaya yang ditempuh meliputi identifikasi titik rawan di hulu DAS, percepatan rehabilitasi hutan dan lahan pada kawasan kritis, serta pelaksanaan revegetasi di sempadan sungai dan lereng curam untuk meningkatkan stabilitas lahan.
Selain itu, pengawasan terhadap perubahan tata guna lahan diperketat guna memastikan pemanfaatan ruang tetap sesuai fungsi ekologisnya.










