Cara Bijak Gunakan Pinjol, Agar Tidak menyesal Dikemudian Hari
PROBOLINGGO,iNewsProbolinggo.id - Pinjol adalah singkatan dari pinjaman online, yaitu layanan pinjaman uang yang dilakukan secara daring melalui aplikasi atau situs web.
Pinjol biasanya disediakan oleh perusahaan teknologi finansial (fintech) yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia.
Seperti saat ini semua hal terasa serba mudah. Begitu pun dengan permodalan, jika dulu masyarakat Indonesia sangat sulit mendapatkan pinjaman kini untuk mendapatkan pinjaman uang begitu mudah.
Salah satu yang memudahkan ialah adanya platform penyedia jasa pinjaman secara digital atau biasa disebut pinjaman online (pinjol).
Jika Anda membutuhkan pinjaman, pastikan memilih pinjol yang legal dan bertanggung jawab. Informasi daftar pinjol resmi dapat dicek di situs OJK atau menghubungi kontak layanan konsumen OJK.
Berikut cara mengecek Pinjol Legal vs Ilegal
1. Pinjol Legal
- Terdaftar dan diawasi oleh OJK.
- Memiliki alamat kantor yang jelas.
- Memberikan informasi bunga, biaya, dan tenor secara transparan.
- Tidak melakukan penagihan dengan cara intimidasi atau ancaman.
2. Pinjol Ilegal
- Tidak terdaftar di OJK.
- Memberikan bunga atau biaya yang sangat tinggi.
- Sering menggunakan cara-cara intimidasi, seperti menyebarkan data pribadi peminjam.
- Tidak memiliki izin resmi.
financial technology yang kini lebih dikenal dengan istilah fintech, adalah bentuk usaha yang bertujuan menyediakan layanan finansial dengan menggunakan perangkat lunak dan teknologi modern.
Tujuannya jelas, untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi.
Namun, tak sedikit masyarakat yang menganggap fintech adalah saingan perbankan karena keseluruhan sektornya hampir mirip dengan bank.
Padahal bila ditelisik lebih jauh, platform fintech justru mampu menjadi strategi penting untuk meningkatkan dan mengakeselerasi perbankan melalui kolaborasi dan kemitraan.
Kehadiran industri fintech dalam menawarkan produk keuangan berbasis digital seakan membuka pintu baru bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman.
Berbanding terbalik dengan layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan bank atau koperasi, berbagai fintech menawarkan produk pinjaman peer to peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online yang dapat diajukan dengan sangat mudah dan tanpa persyaratan yang rumit.
Karena kemudahan dan kecepatannya itulah, fintech menjadi sangat populer di kalangan generasi milenial dan diprediksi akan terus berkembang.
Cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi, seperti, KTP, KK, NPWP, dan slip gaji, siapa saja dapat menjadi pengguna pinjaman online untuk tuntaskan berbagai problema keuangan.
Bahkan, sejak awal diajukan hingga dana sampai ke tangan nasabah, fintech hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 24 jam.
Kelebihan inilah yang membuat produk keuangan begitu cepat meraih popularitas dan semakin gandrung dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai kalangan.
Sayangnya, di balik kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkannya, tak sedikit orang yang memanfaatkan produk pinjaman online ini dengan tidak bijak.
Padahal, jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, pinjaman online memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih ringkas.
Keberadaan pinjaman online ini menjadi polemik karena rendahnya literasi keuangan pada masyarakat Indonesia. Hal ini tentu berisiko membuat debitur pinjaman online untuk terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya.
Banyak berita yang tersebar di media, yang menceritakan berbagai ancaman yang akan mengintai kalau sampai tidak mampu melunasi cicilan pinjaman online.
Pemberian data diri pada pinjaman online membuat nasabah mudah dikejar-kejar tentang utangnya. Debt collector menebar ancaman mulai dari masuk pengadilan, ke penjara, sampai siap dipecat dari pekerjaan.
Tak hanya itu, beberapa warganet lain memang menyoroti Fintech pinjaman online yang bisa membaca data-data di ponsel nasabah.
Bahkan, banyak yang menyarankan lebih baik tidak melakukan pinjaman online. Pasalnya, pengajuan pinjaman belum tentu diterima, tetapi data-data nasabah sudah didapatkan.
Selain itu, pinjaman online juga dinilai sangat merugikan konsumen. Misalnya, pengajuan pinjaman cuma Rp1 juta sampai Rp2 juta, tetapi sang penyedia pinjaman online bisa mendapatkan seluruh data nasabah yang nilainya bisa lebih dari itu.
Lalu, ada yang menyebutkan, banyak korban bunuh diri dan stres karena terlibat dalam pinjaman peer to peer lending (P2P Lending). Salah satu korban bunuh diri adalah kasus driver ojek online yang meninggal karena stres ditagih oleh debt collector pinjaman online di fintech.
Akibat pemberitaan itu, ada yang menyarankan agar fintech pinjaman online yang menyebabkan konsumen bunuh diri harus ditutup segera. Pasalnya, tekanan penagihan oleh debt collector-nya memicu stres konsumen.
Sementara itu, fakta-fakta lainnya tentang pinjaman online adalah banyak orang yang dihubungi fintech sebagai kontak darurat nasabahnya. Padahal, orang itu tidak mengetahui kalau dirinya dijadikan kontak darurat.
Belakangan, kontak darurat ini akan menjadi “repot” karena akan dihubungi secara terus menerus oleh petugas penagih utang dari fintech, dan hal ini tentunya dirasakan sangat mengganggu.
Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Music Awards 2024, Rhoma Irama Raih Lifetime Achievement
Untuk meminimalisir jumlah korban pinjol ilegal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali melaporkan data terbaru fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online yang terdaftar atau berizin.
Sampai dengan 10 Juni 2021, total terdapat 125 pinjol yang terdaftar di OJK, atau berkurang 6 fintech dari yang terakhir kali dilaporkan pada akhir Mei 2021.
OJK menyatakan, ke-6 pemain fintech tersebut harus mengembalikan tanda terdaftarnya yang diakibatkan beberapa sebab seperti tidak memenuhi persyaratan perizinan sesuai POJK dan tidak bisa melanjutkan kegiatan operasional.
“Pembatalan diberikan karena fintech dimaksud belum menyampaikan pemenuhan persyaratan perizinan sehingga penyelenggara tidak memenuhi ketentuan,” tulis OJK, dilansir dari laman resmi OJK, Senin (21/6/2021).
Dengan pengumuman tersebut, OJK mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK.
Fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online tentunya bukanlah merupakan hal yang buruk dan menakutkan yang harus dijauhi, karena tujuan fintech sebenarnya sangat baik, yaitu untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi, dengan penggunaan teknologi.
Fintech juga membantu untuk meningkatkan dan mengakeselerasi perbankan melalui kolaborasi dan kemitraan, serta menawarkan model bisnis dan alternatif solusi yang dapat membantu pemerintah dan institusi finansial lainnya untuk memperluas jangkauan pemberian layanan finansial yang memadai.
Salah satu sisi positif dari keberadaan fintech adalah kemudahan dalam menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan finansial, yang tentunya akan dapat membantu dalam permodalan khususnya untuk menggerakkan UMKM.
Tentunya agar bisa memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari fintech, masyarakatlah yang seharusnya bijak dalam penggunaan platform ini, sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun keluarga.
Supaya pinjaman online tidak lantas menjadi petaka bagi kita, lantas apa saja hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pinjaman online?
Berikut beberapa saran yang dirangkum dari berbagai sumber:
1.Tentukan dulu tujuan keuanganmu
Pastikan mengetahui tujuan meminjam melalui pinjaman online baik itu untuk konsumtif atau produktif, baik untuk modal usaha atau sekedar menggunakan fasilitas cicilan guna membeli barang yang kita inginkan, atau untuk biaya berobat dan edukasi?
Kenapa menentukan tujuan keuangan itu penting? Karena banyak orang yang salah kaprah menggunakan pinjaman online untuk menutupi biaya utang sebelumnya.
Jika hal ini terjadi, pengguna pinjaman online akan terpuruk ke dalam kondisi utang yang lebih dalam. Artinya, membiarkan bunga berbunga menumpuk dan menyulitkan kondisi keuangan TemanKeu sendiri.
2. Rasio utang tidak melebihi dari 30 persen
Maksudnya adalah pendapatan bulanan, baik dari bisnis atau dari gaji tidak melebihi rasio utang yang seharusnya. Misal, seorang karyawan swasta dengan gaji Rp3.000.000 maka pastikan bahwa utang yang dimiliki atau cicilan yang dimiliki tidak lebih dari Rp900.000, atau 30 persen dari gaji bulanan.
3.Pastikan pinjaman online tersebut terdaftar dan diawasi OJK
Berikutnya, pastikan perusahaan pinjaman online yang akan diajukan pinjaman tersebut terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Karena apabila terjadi hal yang tidak menyenangkan di kemudian hari maka kita bisa melakukan pelaporan, dan hak dan kewajiban sebagai nasabah atau sebagai peminjam dapat dilindungi.