Pemilu AS 2024, Veteran Militer Condong Pilih Trump
JAKARTA - Pemungutan suara Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) digelar pada 5 September 2024 waktu setempat. Veteran militer AS tampak tak ragu untuk menjatuhkan pilihannya pada calon presiden (capres) Donald Trump.
“Bagi saya, hanya ada satu pilihan, dan itu adalah Presiden Trump. Itu karena saya tidak bisa menyetujui kebijakan Demokrat secara umum,” ucap veteran perang Vietnam, Patrick Reese, melansir VoA Indonesia, Selasa (5/11/2024).
Diketahui, sekitar 6 persen pemilih AS pada pemilu tahun ini pernah berdinas di militer. Survei Pew baru-baru ini mendapati, pada pemilu kali ini, mayoritas veteran lebih memilih calon dari Partai Republik Donald Trump dibandingkan calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris, dengan 60 banding 40.
Reese meyakini, anggota Partai Republik seperti mantan Presiden Donald Trump akan memperbaiki perekonomian dan utang nasional yang terus meningkat.
“Ini berdampak pada kredit kita. Juga berdampak pada fakta bahwa kita mungkin tidak mempunyai uang lagi untuk dunia, dan itu akan terus meningkatkan utang,” ujarnya.
Sementara itu, veteran perang Vietnam lainnya, Joe Plenzler, tidak menyukai cara Trump berbicara. Namun ia mengatakan, ia menginginkan hasil dalam upaya mencegah masuknya imigran ilegal dan melindungi bayi yang belum lahir.
“Ia (Trump) suka berlebihan, namun itu adalah kepribadian yang tidak selalu tercermin dalam kebijakannya,” katanya.
Joe Plenzler yang bertempur di Afghanistan dan Irak, menjadi sukarelawan untuk kampanye Harris, setelah mendengar kritik dari para pemimpin militer yang pernah menjabat sebagai penasihat utama Trump.
Menteri Pertahanan pertama Trump, Jim Mattis, pada 2020 mengecam kurangnya “kepemimpinan yang matang” pada Trump. Ia menyebut Trump
“Presiden pertama dalam hidup saya yang tidak berusaha mempersatukan rakyat Amerika”, kata dia mengenai Trump.
Ia pun menyebut Amerika bisa bersatu tanpa dia.
Mattis adalah komandan jenderal Plenzler pada awal 2000-an.
Letkol Plenzler juga bertugas di bawah mantan ketua gabungan kepala-kepala staf John Kelly, yang dipilih oleh Trump. Pada bulan Oktober, Kelly menyebut mantan Presiden Trump sebagai “fasis.”
“Ia (Trump) tidak pernah berdinas di militer, kan? Anda tahu, ia berdiri di makam para veteran yang gugur. Itu seperti, apa untungnya bagi mereka, Anda tahu? 'Orang yang mudah tertipu dan pecundang,’ itulah yang keluar dari mulutnya,” kata Plenzler.
Sebagai seorang pemilih yang menyatakan dirinya sebagai orang yang menjaga keamanan nasional, Plenzler mengatakan: Harris, bukan Trump, akan melindungi Ukraina dari invasi Rusia.
“Trump akan menjual Ukraina jika ia melihat ada keuntungan dari hal itu. Tahukah Anda, ia berteman dengan Putin. Maksud saya, ia berbicara baik tentang Putin, yang adalah diktator brutal dan kejam,” ujar Plenzler.
Dalam persaingan yang ketat antara dua calon presiden itu, banyak organisasi mendorong para veteran untuk memilih dan terlibat dalam pemilu.
Sebuah kelompok bernama “Vet the Vote” telah merekrut 162.000 veteran dan para istri militer untuk bekerja di tempat-tempat pemungutan suara di seluruh negeri.
Ellen Gustafson adalah istri seorang militer dan salah satu pendiri grup itu.
Pengganti Hassan Nasrallah Dikabarkan Hilang Kontak, Jadi Pukulan Telak Bagi Hizbullah dan Iran
“Saya pikir, Amerika mempunyai gagasan tentang apa itu pemilih militer atau veteran dan gagasan itu tidak benar. Sebagian besar dari anggota kami adalah orang-orang independen,” tuturnya.
Salah seorang dari anggota veteran itu tinggal di jalan yang sama di mana Patrick Reese tinggal. Putranya, veteran perang Irak dan Afganistan, Travis Reese. Meski Travis memilih independen, ia tidak ragu-ragu. Ia memilih Harris.
“Saya tidak tahu apakah saya puas dengan pilihan saya, tetapi saya berpikir, siapa yang paling kecil kemungkinannya menyebabkan krisis konstitusi?," kata Reese.
Sebuah pilihan yang menurut bapak dan putranya tidak akan mereka bicarakan di meja makan.
“Sebagai sebuah keluarga, kami memutuskan bahwa kami tidak akan membiarkan politik mengganggu cinta dalam keluarga kami. Itu tidak layak. Hidup kita terlalu singkat,” ujar Patrick Reese.