Jatuhnya Rezim Assad di Suriah Pukulan Telak bagi Putin

Jatuhnya Rezim Assad di Suriah Pukulan Telak bagi Putin

Global | sindonews | Selasa, 10 Desember 2024 - 07:28
share

Para pakar militer dan geopolitik menilai jatuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah merupakan pukulan telak bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

Alasannya, Moskow selama ini telah mengeluarkan dana dan sumber daya militer yang besar untuk menopang rezim tersebut.

Assad melarikan diri dari Suriah dan telah mengeklaim suaka politik di Rusia, menurut media pro-Kremlin. Statusnya yang sekarang diasingkan membuat Moskow kehilangan sekutu regional utama.

Aset militer Rusia di Suriah kini terancam, seperti pangkalan Angkatan Laut-nya di kota pelabuhan Tartus, yang memberi Kremlin kehadiran di dekat sisi selatan NATO di Laut Mediterania.

"Ini adalah pijakan mereka di Mediterania, dan dari sana ke Atlantikakan menjadi pukulan telak jika kehilangan itu," kata Edward Lucas, peneliti senior di Center for European Policy Analysis (CPA) kepada Newsweek , yang dilansir Selasa (10/12/2024).

Wakil Laksamana AS yang sudah pensiun, Robert Murrett, sependapat dengan Lucas.

"Ini merupakan pukulan telak bagi prestise Rusia di kawasan itu," kata Murrett kepada Newsweek .

"Suriah sangat penting bagi aset Angkatan Laut Rusia yang beroperasi di Mediterania," ujarnya.

"Mereka mungkin mencoba mempertahankan beberapa wilayah di sekitar sana dengan pemerintahan baru, tetapi itu pun agak sulit karena semua dukungan yang mereka berikan untuk rezim Assad," imbuh Murrett, yang sekarang menjadi wakil direktur Institut Kebijakan Keamanan dan Hukum Universitas Syracuse.

"Ini akan menjadi jalan yang sulit bagi Rusia," paparnya.

Para blogger militer pro-Moskow telah menyatakan kekhawatiran atas masa depan Pangkalan Udara Khmeimim di dekat kota Latakia, yang menjadi tuan rumah bagi pesawat Rusia yang pengebomannya di Aleppo pada tahun 2016 merupakan kunci bagi Assad untuk mempertahankan kekuasaan.

Tanpa akses ke pangkalan Angkatan Udara dan pelabuhan yang menjadi poros utama bagi Moskow di wilayah tersebut, Murrett mengatakan: "Rusia tidak akan berada dalam posisi yang sekuat itu."

Yang juga berisiko adalah pos-pos taktis seperti Bandara Qamishli di timur laut, sementara laporan tentang ribuan personel Rusia yang telantar di Suriah dan peralatan yang ditinggalkan menunjukkan biaya militer bagi Putin.

Pasukan Rusia telah meminta bantuan Ankara agar mereka dapat keluar dengan aman, menurut laporan CNN Turk .

Perdana Menteri Suriah Mohammad Ghazi al-Jalali mengatakan bahwa otoritas baru akan memutuskan apa yang terjadi dengan kehadiran militer Rusia, tetapi kesepakatan apa pun dengan Putin harus sesuai dengan kepentingan pemberontak dan bergantung pada apa yang dapat ditawarkan Moskow.

"Ini adalah permainan catur multidimensi dan Rusia cukup ahli dalam hal ini," kata Lucas.

"Tetapi kelemahan strategis Rusia telah terungkap dan itu akan menyulitkan mereka untuk melakukan tawar-menawar sebaik yang mereka lakukan dengan rezim lama," paparnya.

"Putin baru saja kehilangan Timur Tengah," imbuh analis militer Markus M Keupp dalam postingan di X, yang merujuk pada jatuhnya Assad dan mencatat bagaimana Putin telah menolak hubungan dekat dengan Israel demi kerja sama dengan Iran, yang sekarang dilemahkan oleh serangan Israel.

Pasukan anti-Assad mungkin tidak ingin membiarkan Putin menyimpan aset di Suriah setelah pesawat tempur Moskow mengebom mereka hingga baru-baru ini, kata Mark N Katz, peneliti senior nonresiden di Program Timur Tengah Atlantic Council.

Dalam analisis yang diterbitkan hari Minggu, Katz mengatakan bahwa Rusia mempertahankan pangkalan Angkatan Laut dan Angkatan Udara di Suriah mungkin tidak memungkinkan. "Baik karena pemerintah Suriah yang didominasi Sunni terbukti kuat dan mengusir Rusia atau karena Suriah terjerumus ke dalam kekacauan sehingga keamanan pangkalan tidak dapat dipertahankan," paparnya.

Namun satu aspek positif bagi Putin adalah bahwa Assad tidak akan digantikan oleh rezim pro-Barat seperti yang terjadi setelah revolusi Arab Spring.

Putin juga dapat mengandalkan hubungan baik dengan Uni Emirat Arab, Qatar, dan Mesir. "Dan jika terjadi perebutan kekuasaan di antara para pemenang di Suriah, ini dapat memberi Moskow kesempatan untuk bekerja sama dengan beberapa pihak untuk melawan pihak lain," imbuh Katz.

Assad mengambil alih kekuasaan pada tahun 2000tahun yang sama dengan Putindan kecepatan penggulingan rezimnya akan menjadi perhatian Putin.

"Pertanyaan besar bagi Putin adalah apakah ini merupakan bagian dari gelombang kelemahan rezim otokratis, di mana Anda mungkin melihat para mullah jatuh di Iran dan kemudian tiba-tiba, orang-orang berpikir bahwa Moskow sudah tidak berdaya," kata Lucas.

"Dia menjadi sangat gugup ketika ada infeksi Covid geopolitik dari otokrasi yang digulingkan," ujar Lucas menguraikan kegelisahan pemimpin Rusia atas penangkapan diktator Irak Saddam Hussein pada tahun 2003 dan pembunuhan pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, pada tahun 2011.

"Meskipun saya pikir ini mungkin tidak akan mengarah pada pemberontakan rakyat di Rusia, dia akan mengkhawatirkan kekalahan ini dan itu menghabiskan energi politiknya dan membuat ruang geraknya semakin sempit," kata Lucas.

"Semua rezim otoriter ini tampak seperti beton hingga berubah menjadi meringue."

Topik Menarik