Sosok Tersangka Penembakan Bos Asuransi Kesehatan, Ternyata Pemuda Cerdas dan Inovator
JAKARTA - Brian Thompson, CEO dari perusahaan asuransi kesehatan UnitedHealthcare, tewas ditembak di depan Hotel Hilton Midtown, Manhattan, New York dalam sebuah pembunuhan yang menghebohkan Amerika Serikat (AS).
Insiden itu terjadi pada Jumat, (6/12/2024) sekira pukul 06.44 pagi waktu setempat, saat Thompson sedang berjalan menuju konferensi investor yang diadakan oleh perusahaannya. Rekaman CCTV menunjukkan seorang pria, mendekati Thompson dari belakang sebelum melepaskan beberapa tembakan. Pelaku melarikan diri dengan sepeda, melintasi Central Park, dan menuju terminal bus Port Authority, demikian dilaporkan CBS News.
Peluru yang digunakan pelaku bertuliskan kata-kata seperti "penundaan" dan "menolak," yang dianggap sebagai kritik terhadap praktik industri asuransi kesehatan. Polisi langsung meluncurkan investigasi besar-besaran, mengumpulkan rekaman video pengawasan, saksi mata, dan bukti forensik dari tempat kejadian.
Dilansir The New York Post, Thompson adalah seorang pemimpin terkemuka di dunia asuransi kesehatan. Ia menjabat sebagai CEO UnitedHealthcare sejak April 2021 dan dikenal karena pendekatan inovatifnya dalam memperluas akses kesehatan. Meski dihormati di dunia korporasi, ia sebelumnya menerima ancaman terkait keputusan-keputusan strategis yang diambil perusahaan, terutama yang melibatkan pengelolaan klaim asuransi.
Setelah penyelidikan intensif, pelaku diidentifikasi sebagai Luigi Mangione, seorang pemuda berusia 26 tahun dari Towson, Maryland. Mangione memiliki latar belakang akademis cemerlang. Ia lulus dari Gilman School di Baltimore pada 2016 dan meraih gelar sarjana dan magister Teknik Komputer di Universitas Pennsylvania dengan predikat cum laude. Mangione dikenal sebagai mahasiswa berprestasi dan inovator, mendirikan klub pengembangan video game selama kuliah.
Namun, jejak digital Mangione mengungkap sisi gelapnya. Ia menunjukkan pandangan anti-kapitalisme, sering mengutip manifesto “Unabomber” Ted Kaczynski, dan secara terbuka mengkritik industri medis.
Dalam manifestonya, ia menulis, “Para parasit ini pantas mendapatkan apa yang mereka alami,” kata sumber penegak hukum. Pengalaman pribadi dengan layanan kesehatan, termasuk perlakuan terhadap keluarganya yang sakit serta unggahan X-ray punggungnya dengan empat pin logam, menunjukkan adanya dendam terhadap sistem kesehatan.
Mangione ditangkap pada Senin (9/12/2024), di sebuah restoran cepat saji McDonald’s di Altoona, Pennsylvania. Seorang pelanggan mengenalinya dari foto yang dirilis polisi dan melaporkannya. Saat ditangkap, polisi menemukan pistol rakitan lengkap dengan peredam, paspor Amerika Serikat (AS), empat identitas palsu, dan manifesto tulisan tangan yang menjelaskan pandangan anti-kapitalisnya. Barang bukti tambahan menunjukkan bahwa Mangione tinggal di sebuah hostel di Manhattan menggunakan identitas palsu sejak 24 November 2024.
Menurut polisi, motif utama Mangione terkait dengan dendam terhadap industri kesehatan. Ia merasa sistem kesehatan gagal memberikan layanan yang layak bagi keluarganya. Buku-buku yang dibaca Mangione di akun GoodReads-nya, termasuk "Crooked: Outwitting the Back Pain Industry and Getting on the Road to Recovery," menunjukkan fokusnya pada ketidakadilan dalam sistem kesehatan.
Dalam manifestonya yang terdiri dari dua setengah halaman, Mangione mengekspresikan kritik tajam terhadap kapitalisme modern dan menyebut industri medis sebagai "parasitis masyarakat." Polisi menyatakan bahwa Mangione bertindak sendiri dalam serangan ini.
Institusi pendidikan Mangione, termasuk Gilman School dan Universitas Pennsylvania, menyatakan keterkejutannya.
"Kami baru-baru ini menyadari bahwa orang yang ditangkap sehubungan dengan pembunuhan CEO UnitedHealthcare adalah alumni Gilman, Luigi Mangione, Kelas 2016,'' tulis pemimpin sekolah, Henry Smyth, dalam sebuah surat kepada masyarakat dan diperoleh oleh saluran TV nasional.
Saat ini, Mangione menghadapi dakwaan pembunuhan tingkat pertama, kepemilikan senjata ilegal, dan pemalsuan dokumen. Penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkap rincian lebih dalam terkait motif dan persiapan pelaku dalam melakukan kejahatan ini. Polisi bekerja sama dengan FBI untuk memeriksa jejak digital, bukti forensik, serta kemungkinan hubungan dengan ancaman terhadap korban sebelumnya.