AS Sedang Bangun Pangkalan Baru di Suriah Utara, Kuasai 90 Minyak

AS Sedang Bangun Pangkalan Baru di Suriah Utara, Kuasai 90 Minyak

Global | sindonews | Jum'at, 3 Januari 2025 - 21:30
share

Pasukan Amerika Serikat (AS) dilaporkan sedang membangun pangkalan di kota Kobani (Ayn al-Arab) di Suriah utara di perbatasan Turki untuk membantu sekutu Kurdi-nya, Unit Pertahanan Rakyat (YPG).

Sumber-sumber lokal membagikan gambar dan video yang diduga memperlihatkan konvoi yang membawa benteng beton ke Kobani, sementara pada hari Rabu (1/1/2025) konvoi besar Angkatan Darat AS tiba di kota itu.

Turki dalam beberapa pekan terakhir telah memperingatkan mereka akan membawa bala bantuan tambahan ke kota itu, tempat kelompok Kurdi bercokol, seperti yang telah dilakukan di daerah lain.

Milisi Kurdi di Suriah secara aktif memerangi elemen-elemen Tentara Pembebasan Suriah yang didukung Turki.

Pekan lalu, militan Kurdi merebut beberapa desa dari Tentara Pembebasan Suriah.

Sementara itu, Menteri Perminyakan Suriah menyoroti tantangan yang sedang berlangsung terkait sumur-sumur minyak yang masih berada di luar kendali pemerintah sementara yang baru, karena pasukan AS terus menduduki ladang-ladang minyak Suriah secara ilegal yang telah berlangsung sejak 2014.

Menteri Ghiath Diab mengatakan pada hari Senin bahwa beberapa sumur minyak masih berada "di luar administrasi negara Suriah", dan menggambarkannya sebagai "salah satu hambatan terbesar dan paling menonjol" yang dihadapi pemulihan negara tersebut.

Meskipun Diab tidak mengidentifikasi pasukan pendudukan secara eksplisit, militer AS telah mempertahankan kehadiran ilegal sekitar 900 tentara di wilayah-wilayah Suriah yang kaya minyak sejak 2014, sehingga mencegah Damaskus mengakses sumber dayanya sendiri.

Laporan terbaru adalah AS memiliki 2.000 tentara di Suriah.

Situasi ini sangat kritis karena Suriah berupaya menstabilkan diri setelah jatuhnya rezim Bashar Al-Assad pada 8 Desember.

Pada tahun 2010, sebelum konflik, Suriah memproduksi 390.000 barel minyak per hari, yang merupakan seperlima dari PDB dan setengah dari ekspornya. Produksi saat ini anjlok hingga hanya 40.000 barel per hari pada tahun 2023.

Mantan Presiden AS Donald Trump secara terbuka mengakui pendudukan tersebut pada tahun 2020, dengan menyatakan, “Saya meninggalkan pasukan untuk mengambil minyak. Saya mengambil minyak. Satu-satunya pasukan yang saya miliki (di Suriah) adalah yang mengambil minyak.”

Pernyataan jujurnya pada tahun 2019-2020 tentang “menyimpan minyak” memicu kritik internasional dan menimbulkan pertanyaan tentang legalitas tindakan AS menurut hukum internasional.

AS sebenarnya menguasai 90 minyak Suriah. Kehadirannya di ladang minyak Suriah telah dibenarkan oleh Washington sebagai hal yang diperlukan untuk mencegah sumber daya ini jatuh ke tangan sisa-sisa Daesh (ISIS).

Namun, tujuan strategis yang sebenarnya tampak lebih kompleks. Seorang pejabat senior Pentagon telah mengakui pemblokiran akses Damaskus ke sumber daya minyaknya adalah bagian dari kampanye tekanan yang disengaja, yang mencegah pemerintah Suriah memperoleh pendapatan yang dibutuhkan untuk rekonstruksi.

Sementara beberapa sekutu Kurdi Suriah (Pasukan Demokratik Suriah yang didukung AS) telah diizinkan untuk menjual minyak secara lokal, mayoritas warga Suriah telah terputus dari sumber daya negara mereka sendiri.

Hal ini telah menyebabkan krisis ekonomi yang menghancurkan, dengan kekurangan bahan bakar yang parah yang memengaruhi kehidupan sipil, pemanas, transportasi, dan layanan penting.

Pemerintah sementara, yang dipimpin Ahmed Al-Sharaa, juga dikenal sebagai Abu Mohammed Al-Julani, menghadapi berbagai tantangan dalam upaya rekonstruksinya.

Di luar pendudukan AS atas infrastruktur minyak yang vital, negara tersebut terus menanggung serangan udara Israel dan sanksi internasional.

Menteri Diab mengimbau pencabutan sanksi, dengan alasan, "Tidak ada gunanya mempertahankan sanksi yang dijatuhkan pada Suriah setelah menyingkirkan rezim sebelumnya dan sekutunya."

Sumber daya minyak Suriah terutama terkonsentrasi di dua wilayah: timur laut, khususnya di Hasakah, dan timur di sepanjang Sungai Efrat hingga perbatasan Irak dekat Deir Ez-Zor, dengan ladang-ladang kecil tambahan di selatan Raqqa.

Sumber daya gas meluas ke Palmyra di Suriah tengah, meskipun akses ke sumber daya ini tetap rumit karena kehadiran militer asing.

Dalam pemungutan suara tahun 2023, Senat AS memperkuat posisinya dengan memberikan suara 84-13 menentang penarikan pasukan dari Suriah.

Hal ini menunjukkan pasukan Amerika akan terus mempertahankan cengkeraman mereka pada infrastruktur minyak Suriah di masa mendatang, meskipun negara tersebut sangat membutuhkan sumber daya untuk membangun kembali setelah bertahun-tahun dilanda konflik yang menghancurkan.

Topik Menarik