Netanyahu: Hamas Akan Bebaskan Lagi 6 Sandera Israel, Warga Gaza Bisa Pulang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, melaui kantornya, mengatakan Hamas akan membebaskan lagi enam sandera dan warga Palestina bisa pulang ke utara Jalur Gaza mulai hari Senin (27/1/2025).
Terobosan ini mempertahankan gencatan senjata yang rapuh dalam perang Israel-Hamas, yang telah menghancurkan Jalur Gaza dan membuat hampir semua penduduknya mengungsi, membuka jalan bagi lebih banyak pertukaran sandera-tahanan berdasarkan kesepakatan yang bertujuan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari 15 bulan.
Israel telah mencegah kerumunan besar warga Palestina menggunakan jalan pesisir untuk kembali ke Gaza utara, menuduh Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata dengan tidak membebaskan sandera perempuan sipil.
"Hamas telah menarik kembali keputusannya dan akan melakukan tahap tambahan pembebasan sandera pada hari Kamis ini," kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa tiga sandera akan dibebaskan hari itu, dengan tiga tawanan lainnya akan dibebaskan pada hari Sabtu.
Israel Serbu Rumah Sakit Kamal Adwan Gaza, Paksa Para Dokter dan Pasien Mengungsi Setengah Telanjang
Sementara itu, para pemimpin Palestina mengecam rencana yang digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk "membersihkan" Gaza, dan bersumpah untuk menolak segala upaya untuk secara paksa menggusur penduduk wilayah yang dilanda perang tersebut.
Trump mengatakan Gaza telah menjadi "lokasi pembongkaran", seraya menambahkan bahwa dia telah berbicara dengan Raja Yordania Abdullah II tentang pemindahan warga Palestina keluar dari Gaza.
"Saya ingin Mesir menerima orang. Dan saya ingin Yordania menerima orang," kata Trump kepada wartawan.
Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, yang bermarkas di Tepi Barat yang diduduki Israel, menyatakan penolakan keras dan kecaman terhadap proyek apa pun yang bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, kata kantornya.
Bassem Naim, anggota biro politik Hamas, mengatakan kepada AFP bahwa warga Palestina akan menggagalkan proyek semacam itu, seperti yang telah mereka lakukan terhadap rencana serupa untuk pemindahan dan tanah air alternatif selama beberapa dekade.
Jihad Islam, yang telah berjuang bersama Hamas di Gaza, menyebut gagasan Trump "menyedihkan".
Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memindahkan mereka dari Gaza akan membangkitkan kenangan kelam tentang apa yang disebut dunia Arab sebagai "Nakba" atau bencana—pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan negara Israel pada tahun 1948.
"Kami katakan kepada Trump dan seluruh dunia: kami tidak akan meninggalkan Palestina atau Gaza, apa pun yang terjadi," kata warga Gaza yang mengungsi, Rashad al-Naji.