Mengenal Senjata Pemusnah Massal yang Heboh Setelah Trump Teken Instruksi soal Fentanyl
WASHINGTON, iNews.id - Istilah senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction/WMD) kembali menjadi sorotan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani instruksi presiden yang secara resmi mengklasifikasikan obat-obatan fentanyl sebagai WMD.
Keputusan ini langsung memicu perdebatan luas, mengingat WMD selama ini identik dengan senjata nuklir, kimia, dan biologi.
Langkah Trump tersebut diambil untuk memperkuat dasar hukum operasi agresif AS terhadap kartel narkoba dan jaringan penyelundup fentanyl. Dalam pernyataannya di Gedung Putih, Trump menegaskan fentanyl telah digunakan sebagai alat untuk membunuh warga Amerika secara massal.
“Tidak diragukan lagi bahwa musuh-musuh menyelundupkan fentanyl ke Amerika Serikat, sebagian karena mereka ingin membunuh orang Amerika,” kata Trump, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (16/12/2025).
Trump menilai ancaman fentanyl setara dengan serangan senjata pemusnah massal karena dampaknya yang luas dan mematikan. Zat opioid sintetis tersebut telah menjadi penyebab utama kematian akibat overdosis narkoba di AS dalam beberapa tahun terakhir, dengan korban mencapai puluhan ribu orang setiap tahun.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan senjata pemusnah massal menurut hukum Amerika Serikat?
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, senjata pemusnah massal didefinisikan sebagai senjata apa pun yang dirancang atau dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau luka tubuh serius melalui pelepasan atau penyebaran bahan kimia beracun atau berbahaya, termasuk prekursor kimianya. Definisi ini juga mencakup senjata biologi, racun, serta perangkat yang melepaskan radiasi atau radioaktivitas pada tingkat berbahaya bagi kehidupan manusia.
Selain itu, WMD juga dapat mencakup perangkat penghancur tertentu seperti bom, rudal, granat, atau benda lain yang dimodifikasi untuk melontarkan proyektil berbahaya.
Dengan definisi tersebut, pemerintahan Trump berargumen bahwa fentanyl, meski bukan senjata konvensional, memiliki efek yang sebanding karena mampu menyebabkan kematian massal secara senyap.
Terlebih, fentanyl ilegal sering dicampurkan ke dalam narkoba lain tanpa sepengetahuan pengguna, sehingga meningkatkan risiko overdosis secara drastis.
Meski demikian, instruksi presiden ini tidak serta-merta melarang penggunaan fentanyl secara medis. Hingga kini, fentanyl masih legal digunakan di dunia kesehatan dengan pengawasan ketat. Instruksi tersebut lebih menekankan pada pemberantasan fentanyl ilegal serta bahan kimia prekursor yang digunakan dalam produksinya.
Instruksi presiden itu juga memberi kewenangan kepada kepala lembaga eksekutif AS untuk mengambil langkah-langkah strategis guna menghilangkan ancaman fentanyl terhadap keamanan nasional. Namun, para pengamat menilai dampak praktis dari pelabelan WMD ini masih belum sepenuhnya jelas.
Pengumuman tersebut sejalan dengan retorika Trump yang selama ini menyebut kartel narkoba Amerika Latin sebagai “narko-teroris” dan “organisasi teroris asing”.
Trump menilai kartel bukan sekadar jaringan kriminal pencari keuntungan, melainkan kelompok yang bertujuan menggoyahkan stabilitas sosial dan keamanan Amerika Serikat.
Dengan mengaitkan fentanyl dengan senjata pemusnah massal, Trump tampak ingin menggeser isu narkoba dari sekadar masalah kriminal dan kesehatan menjadi ancaman keamanan nasional, bahkan setara dengan terorisme dan perang modern.

