Risiko Global Belum Sepenuhnya Tercermin, Koreksi Jadi Peluang Masuk ke Pasar
IDXChannel - Pelaku pasar menilai bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum sepenuhnya mencerminkan tekanan dari berbagai sentimen negatif global. Penundaan tarif oleh Presiden AS Donald Trump selama 90 hari dinilai hanya menjadi pereda sementara.
“Perlu digarisbawahi, jalan tengah dari trade war [perang dagang] belum ada. Penundaan tarif 90 hari oleh Trump seperti pain killer, yang tidak mengobati sumber masalah ke akarnya,” demikian kata pengamat pasar modal Michael Yeoh, Senin (14/4/2025).
Menurut dia, tekanan kini justru datang dari banyak negara yang mulai mengambil langkah balasan atas kebijakan tarif AS. Sejumlah negara telah menerapkan tarif balasan, sementara pasar juga diramaikan oleh rumor bahwa China dan Jepang mulai melakukan aksi jual atas obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun (UST10Y).
Yield UST10Y bahkan sempat menyentuh level 4,8 persen. Jika tembus ke atas 5 persen, kata Michael, maka potensi terjadinya inverted yield curve terhadap tenor 30 tahun akan semakin besar. Kondisi ini kerap menjadi sinyal awal menuju resesi.
“Investor perlu melihat risiko dari trade war ini yg akan merembet ke currency war [perang mata uang], yang kita harapkan tidak terjadi smpai WW3 [Perang Dunia III],” ujarnya.
Di tengah ketidakpastian tersebut, Michael melihat peluang di pasar saham domestik tetap terbuka. “Setiap koreksi yang terjadi saat ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang beli,” tuturnya.
Secara teknikal, menurut amatan Yeoh, IHSG saat ini memiliki level support di 6.092 dan resistance dari tren menurun di sekitar 6.417.
IHSG Cerah di Awal Pekan
Sementara, IHSG meningkat signifikan pada Senin (14/4/2025). Saham-saham big cap milik konglomerat dan bank raksasa menjadi motor penggerak utama.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.42 WIB, IHSG naik 1,73 persen ke level 6.370. Sebanyak 460 saham naik, 172 turun, dan 328 sisanya stagnan.
Nilai transaksi mencapai Rp5,27 triliun dan volume perdagangan 7,64 miliar saham.
Saham emiten properti milik pengusaha Aguan-Salim, PANI, melesat 10,86 persen, sedangkan anak usahanya CBDK melambung 9,35 persen.
Saham-saham milik taipan Prajogo Pangestu juga menopang indeks komposit. Sebut saja, BREN melejit 6,80 persen, PTRO 4 persen, CUAN 7,08 persen, BRPT 3,76 persen, TPIA 1,08 persen.
Investor saham tersebut mengabaikan kabar negatif soal pengumuman MSCI yang lagi-lagi menegaskan tidak akan memasukkan BREN, PTRO, dan CUAN ke dalam indeks Global Standard dalam tinjauan Mei 2025.
Saham Grup Salim, AMMN dan ICBP, yang juga tergolong big cap ikut menjadi movers IHSG. Keduanya masing-masing naik 4,76 persen dan 4,03 persen.
Saham konglomerat otomotif ASII dan emiten telekomunikasi BUMN TLKM terapresiasi 3,82 persen dan 3,00 persen.
Demikian pula dengan sejumlah saham bank kakap. Saham BBNI naik 2,05 persen, BBRI 1,10 persen, dan BBCA 0,60 persen.
Kenaikan indeks saham dalam negeri seiring dengan penguatan tajam di bursa saham Asia pada perdagangan Senin pagi, terdorong oleh keputusan Gedung Putih yang mengecualikan ponsel pintar dan komputer dari tarif balasan AS. Namun, pelaku pasar tetap berhati-hati menyusul peringatan Presiden Donald Trump bahwa tarif masih berpeluang diberlakukan di kemudian hari. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.