Jual Beli Properti di Jakarta, Wajib Pahami Aturan BPHTB Ini
Masyarakat yang melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan di Jakarta perlu memahami kewajiban perpajakan salah satunya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Regulasi ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Beleid tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
"BPHTB dipungut di wilayah administrasi tempat objek tanah atau bangunan berada. Jika objek properti berada di DKI Jakarta, maka pembayaran pajaknya dilakukan di Jakarta," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta, Morris Danny, dalam keterangan tertulis, Minggu (27/4).
Morris menjelaskan, BPHTB bukan sekedar kewajiban hukum tetapi juga bentuk kontribusi masyarakat terhadap pembangunan daerah. Sebab itu, pemahaman terhadap aturan perpajakan dinilai penting guna menghindari sanksi serta memastikan proses jual beli properti berjalan sesuai ketentuan.
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mendorong pemahaman masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi yang berkelanjutan," kata dia.
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini bisa terjadi melalui berbagai cara, antara lain:
1. Jual beli
2. Tukar-menukar
3. Hibah
4. Warisan
5. Lelang
Hak yang dimaksud meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hingga hak pengelolaan. Namun, tidak semua bentuk perolehan dikenakan BPHTB. Berikut beberapa pengecualian:
1. Perolehan oleh negara atau pemerintah daerah untuk kepentingan umum
2. Perolehan oleh badan atau lembaga internasional yang tidak menjalankan usaha
3. Perolehan pertama rumah sederhana atau rumah susun sederhana oleh masyarakat berpenghasilan rendah
4. Perolehan karena wakaf
5. Perolehan yang digunakan untuk kegiatan ibadah
Tarif BPHTB di Jakarta ditetapkan sebesar 5 persen dari nilai perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Rumus perhitungan BPHTB adalah: Nilai Perolehan – NPOPTKP × 5.
Sebagai contoh, jika nilai perolehan sebesar Rp1 miliar dan NPOPTKP sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang harus dibayar adalah Rp1.000.000.000 - Rp250.000.000 × 5 = Rp37.500.000
Sementara, BPHTB dianggap terutang atau wajib dibayar pada saat perolehan hak terjadi, yaitu:
1. Saat penandatanganan akta jual beli, hibah, atau tukar-menukar
2. Saat pendaftaran warisan
3. Saat penetapan pemenang lelang
4. Saat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap diterbitkan









