Ini 9 Temuan Pansus DPR soal Pelanggaran Penyelenggaraan Haji 2024

Ini 9 Temuan Pansus DPR soal Pelanggaran Penyelenggaraan Haji 2024

Terkini | inews | Senin, 30 September 2024 - 15:35
share

JAKARTA, iNews.id - Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan sejumlah temuan pelanggaran dalam penyelenggaraan haji 2024. Temuan tersebut dari keterangan Kementerian Agama, penyelenggara ibadah haji khusus atau PIHK, hingga jemaah haji.

Ketua Pansus Angket Haji DPR RI Nusron Wahid mengatakan temuan pertama yakni Kemenag dalam menjalankan ibadah haji masih berperan ganda, baik sebagai regulator maupun operator.

"Sementara dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi tidak lagi menggunakan pendekatan government to government akan tetapi berubah menjadi government to bisnis, sehingga pelayanan yang diberikan kepada pihak sarikah dengan menggunakan kerangka bisnis," kata Nusron dalam rapat paripurna terakhir yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/9/2024).

Kedua, kata Nusron, pihaknya menemukan dugaan ketidakpatuhan terhadap pasal 64 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh tentang alokasi kuota yg ditetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia. 

"Dirjen penyelenggaraan haji dan umroh melakukan ketidakpatuhan dengan mengajukan pencairan nilai manfaat tanggal 10 Hanuari 2024 sebelum diterbitkannya KMA NO 130 TH 2024 TGL 15 januari 2024 yang seharusnya menjadi basis penghitungan kuota," tutur Nusron.

Ketiga, menurut dia, pengisian kuota Haji reguler untuk jemaah yang membutuhkan pendamping penggabungan dan pelimpahan porsi masih ada celah dan kelemahan. Pendamping diisi oleh jemaah haji reguler yang bukan mahramnya. 

Kemudian, Kemenag masih belum mengupayakan secara maksimal untuk menyelesaikan masalah 5.678 nomor porsi kuota 'batu' yaitu porsi haji reguler yang belum diketahui secara pasti di mana jemaah haji berada atau bertempat tinggal hingga 2024.

Selain itu, Nusron mengatakan, ada ketidaksinkronan antara keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Haji Khusus Tambahan dan Sisa Kuota Khusus Haji 1445 H dengan SE Dirjen Bina Haji Khusus tentang Penyampaian Daftar Haji Khusus berhak melunaskan sisa kuota tahun 1445 H/2024 dengan undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umroh pasal 65 ayat 2. 

Selanjutnya, Inspektorat Jenderal Kemenag sebagai aparatur pengawasan internal pemerintah tidak menjadikan pembagian kuota Haji tambahan tahun 2024 sebagai objek pengawasan. Sementara pembagian kuota haji tambahan 1445 Hijriyah ada potensi tidak sesuai dengan undang-undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh 

"Keempat, sistem komputerisasi haji terpadu tidak terjamin keamanannya karena tidak ada audit berkala terhadap sistem. Selain itu, terlalu banyak kepentingan yang dapat mengakses seperti subdit siskohat, subdit pendaftaran haji, kantor wilayah, kantor kemenag di kabupaten/kota, bank penerima setoran penyelenggara haji khusus sehingga rawan diintervensi dan membuka celah orang yang tidak berhak berangkat haji dapat berangkat haji," ujar Nusron.

"Lemahnya pengawasan terhadap tim verifikator yang ditandai dengan adanya jamaah haji yang tidak sesuai dengan siskohat serta celah perubahan data," katanya.

Kelima soal pendaftaran, menurutnya, Keputusan Menteri Agama Nomor 226 Tahun 2023 tentang Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus, Keputusan Menteri Agama Nomor 1063 Tahun 2023 tentang Setoran Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, dan BAB III Poin B, Keputusan Direktur Jenderal PHU No. 118 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Ibadah Haji Khusus, prosedur pengisian sisa kuota tidak mencerminkan keadilan. 

"Ketentuan tersebut mengakibatkan adanya praktik pemberangkatan 3.503 jemaah haji khusus dengan status tanpa antre, mendaftar tahun 2024 dan berangkat tahun 2024," terang Nusron 

Keenam, Nusron berkata, penggunaan nilai manfaat, ditemukan adanya ketidakadilan. Mereka yang belum berhak untuk berangkat menggunakan nilai manfaat tahun berjalan yang didapatkan dari jemaah haji lain yang berada pada daftar antrean.

Ketujuh, kata Nusron, jemaah cadangan lunas tunda sebesar 30 dari kuota haji nasional harus berangkat lebih dulu. 

"Namun, karena ada mekanisme penggabungan mahrom, jemaah lansia dan disabilitas, hak jemaah haji lunas tunda menjadi tidak pasti keberangkatannya. Hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi jemaah lunas tertunda keberangkatannya," ucap Nusron.

Kedelapan pelaporan dan pengawasan. Nusron berkata, Kemenag tak menjalankan Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Padahal, ketentuan itu mengatur tentang pelaporan pelaksanaan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada Menteri.

"Kesembilan pelayanan di Arofah, Musdalifah, dan Mina dan selama pelaksanaan ibadah haji banyak ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, kontrak dan standar pelayanan," katanya.

Topik Menarik