Horor, Ada Grup Telegram 70.000 Pria dari Berbagai Negara Bahas Cara Membius dan Perkosa Istri, Adik hingga Ibu

Horor, Ada Grup Telegram 70.000 Pria dari Berbagai Negara Bahas Cara Membius dan Perkosa Istri, Adik hingga Ibu

Terkini | inews | Selasa, 7 Januari 2025 - 15:15
share

BERLIN, iNews.id - Grup Telegram bisa beranggotakan hingga 200.000 orang yang memiliki ketertarikan dengan topik sama. Namun, apa jadinya jika aplikasi perpesanan instan itu berisi orang-orang yang senang membahas cara membius dan memperkosa perempuan?

Fakta mengerikan ini diungkap oleh Jerman. Ada grup obrolan Telegram beranggotakan 70.000 pria di seluruh dunia yang isinya berbagi saran secara eksplisit tentang cara membius, melakukan kekerasan seksual, dan memperkosa perempuan.

Dari hasil investigasi, grup-grup yang sebagian besar berkomunikasi dalam bahasa Inggris ini berisi orang-orang dari berbagai negara yang saling bertukar metode secara terperinci tentang cara untuk melumpuhkan dan memperkosa perempuan. Yang lebih mengerikan, pengguna menargetkan orang-orang di rumah tangga mereka sendiri seperti istri, pasangan, saudara perempuan hingga ibunya.

"Para anggota yang mengklaim telah menyerang istri dan anggota keluarga perempuan mereka, bahkan berbagi saran dan petunjuk tentang cara melakukannya hal yang sama," demikian hasil investigasi di Jerman tersebut, dilansir dari Daily Mail, Selasa (7/1/2024).

Hasil investigasi juga mengungkap, para anggota grup obrolan di Telegram itu berbagi gambar dan video langsung tentang kekerasan seksual terhadap perempuan yang menjadi orang-orang dekat mereka. Bahkan, seorang pria Jerman mengatakan, dia akan membius istrinya dan mengajak pria lain menyerangnya secara seksual.

Keberadaan grup Telegram 'obrolan pemerkosaan' itu ditemukan selama investigasi selama setahun oleh penyiar Jerman ARD dan tim investigasi STRG_F. Menurut Daily Telegraph, para pengguna juga saling bertukar kiat tentang cara membius pasangan dan berbagi tautan ke toko online tempat membeli obat penenang yang disamarkan sebagai produk rambut.

Selama penyelidikan berlangsung, beberapa grup telah ditutup. Namun, mereka tidak berhenti begitu saja. Anggota kembali dikirimi tautan untuk bergabung dengan grup baru yang membahas topik serupa, bagaimana melumpuhkan dan memerkosa perempuan.

Respons Telegram

Merespons hasil investigasi ini, Telegram dalam sebuah pernyataan kepada Daily Mail mengatakan, konten yang mendorong kekerasan seksual secara tegas dilarang oleh ketentuan layanan Telegram. Telegram memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap penyalahgunaan platformnya dan semua grup, saluran, atau pengguna yang tertangkap berpartisipasi akan segera dihapus dari platform.

"Moderator yang diberdayakan dengan AI dan alat pembelajaran mesin secara proaktif memantau bagian publik platform dan menerima laporan dari pengguna dan organisasi untuk menghapus jutaan konten berbahaya setiap hari."

Telegram juga menyatakan, pihak berwenang atau organisasi yang mengetahui adanya grup berbahaya didorong untuk melaporkannya melalui Digital Services Act (DSA) di UE atau mengirim email ke hotline terkait agar segera ditindaklanjuti. "Selain itu, perintah pengadilan yang sah dapat digunakan untuk mendapatkan alamat IP dan nomor telepon pelanggar," demikian pernyataan Telegram.

Meskipun perusahaan tersebut bersikeras memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap penyalahgunaan dan menyatakan mereka memblokir pengguna yang melanggar, fakta menunjukkan hal yang sebaliknya. Aplikasi Telegram yang didirikan oleh miliarder Rusia Pavel Durov pada tahun 2013, banyak dikritik karena menolak untuk membagikan data pengguna dengan lembaga pemerintah sehingga membuatnya terkenal sebagai surga bagi aktivitas terlarang. 

Telegram beroperasi di bawah bayang-bayang layanan pesan terenkripsi sehingga menyulitkan deteksi dan intervensi oleh pihak berwenang dalam kasus-kasus seperti ini. Akibatnya, komunitas-komunitas yang mempromosikan dan memfasilitasi kekerasan seksual tetap bermunculan.

Pemerkosaan Massal Gisele Pelicot

Kasus ini menyoroti peran platform daring dalam memfasilitasi kekerasan seksual, seperti kasus pemerkosaan massal di Prancis. Dominique Pelicot menggunakan situs web untuk merekrut kaki tangan, memanfaatkan anonimitas dan jangkauan internet untuk melakukan kejahatannya.

Pengungkapan grup Telegram "obrolan pemerkosaan" berisi 70.000 orang ini juga tepat pada hari terakhir persidangan Pelicot yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena membius, memperkosa, dan melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya Gisele Pelicot selama beberapa tahun di Desa Mazan, Prancis. Dia memperkosa sang istri dengan mengundang 50 pria lainnya yang juga divonis bersalah.

Gisele Pelicot (AP)

Pelicot dan para pria tersebut berbagi gambar dan video langsung tentang pemerkosaan Gisele. Berapa di antaranya membanggakan tindakan mereka. Mengerikannya, mereka bahkan menyediakan tautan ke toko daring yang menjual obat penenang, namun disamarkan sebagai produk sehari-hari.

Para kritikus dengan keras menyatakan, anonimitas yang disediakan oleh platform seperti Telegram membuat orang-orang berani berbagi dan bertindak berdasarkan kecenderungan predator mereka tanpa takut akan akibatnya langsung. Kasus Pelicot menjadi momen penting yang mengungkap meluasnya kekerasan seksual yang difasilitasi oleh interaksi secara daring, termasuk Telegram.

Topik Menarik