KPK Buru Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, Menghilang Usai Ditetapkan sebagai Tersangka Suap
JAKARTA, iNewsKutai.id - Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor kini menjadi buruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang akrab disapa Paman Birin itu menghilang usai ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu dipaparkan KPK dalam dalam sidang praperadilan yang diajukan Sahbirin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan
"Sampai saat ini termohon (KPK) masih melakukan pencarian terhadap keberadaan pemohon (Sahbirin)," kata Tim Biro Hukum KPK Nia Siregar, Selasa (5/11/2024).
Nia mengungkapkan, KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan (Spinkap) dan Surat Putusan Pimpinan KPK untuk mencekal Sahbirin ke luar negeri.
"Termohon telah menerbitkan surat perintah penangkapan nomor Sprinkap 06 dan surat putusan pimpinan KPK tentang larangan bepergian ke luar negeri, namun keberadaan pemohon belum diketahui dan masih dilakukan pencarian,” ungkapnya.
Nia menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Sahbirin dilakukan secara in absentia sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap diri pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
KPK sebelumnya sudah melakukan penahanan terhadap enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kalsel tahun 2024–2025.
Para tersangka ini diamankan penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Minggu (6/10/2024) lalu.
Dalam perkara ini, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB), Kadis PUPR Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), Plt Kabag Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB), dan dua pihak swasta berinisial Sugeng Wahyudi (YUD) serta Andi Susanto (AND).
Sementara Sahbirin Noor menjdi satu-satunya tersangka yang belum dilakukan penahanan.
Dalam perkara ini, Sahbihir Noor bersama SOL, YUL, AMD, dan FEB diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
artikel ini telah tayang di inews.id