RUU Perampasan Aset Diminta Jadi Proritas Anggota DPR Baru
Rancangan Undang-Undang ( RUU ) Perampasan Aset diminta dapat menjadi prioritas anggota DPR periode 2024-2029 yang akan dilantik pada Selasa, 1 Oktober 2024. UU Perampasan Aset dianggap sangat penting sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Undang-Undang Perampasan Aset ini sangat penting, karena ini sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, ujar Pakar Hukum Prof Henry Indraguna dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/9/2024).
Dia menjelaskan, korupsi adalah kejahatan yang menghambat pembangunan, merusak perekonomian, dan juga menyengsarakan rakyat. Karenanya, ia berharap DPR dapat memproritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU.
Saya berharap pemerintah dan DPR, dapat segera membahas dan menyelesaikan Undang-Undang Perampasan Aset tindak pidana ini," tandasnya.
Menurut dia, penguatan regulasi ini diperlukan mengingat masih marak tindak pidana korupsi di Tanah Air. Kata Henry, kalau bersih kenapa takut. Saya mengajak kita semuanya, mari kita bersama-sama mencegah tindak pidana korupsi dan bisa memberikan efek jera kepada para pejabat yang melakukan korupsi, tuturnya.
Dengan adanya UU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku. RUU ini juga membuka kesempatan untuk merampas segala aset yang diduga sebagai hasil tindak pidana, dan aset-aset lain yang patut diduga akan atau telah digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.
Henry mengamini laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tren kasus korupsi yang meningkat dalam lima tahun terakhir. ICW merilis laporan hasil pemantauan tren korupsi bahwa jumlah kasus korupsi meningkat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan rilis ICW, kasus korupsi 2019 sebanyak 271 kasus dengan 580 tersangka, pada 2020 sebanyak 444 kasus dengan 875 tersangka, pada 2021 sebanyak 533 kasus dengan 1.173 tersangka, dan pada 2022 sebanyak 579 kasus dengan 1.396 tersangka. Pada 2023, terjadi lonjakan kasus korupsi yang tercatat 791 kasus dengan 1.695 tersangka.
Henry menyebutkan, temuan ICW sebagai bahan evaluasi pemerintah dan lembaga penegak hukum lainnya untuk membuat strategi lebih efektif mencegah dan memberantas korupsi. Semua pihak harus kembali fokus dalam masalah pemberantasan korupsi, karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset akan menjadi pembahasan DPR di periode 2024-2029. Sebab, anggota DPR periode 2019-2024 tengah berfokus pada hal-hal yang harus diselesaikan sebelum purnatugas.
Puan mengatakan DPR periode saat ini akan berupaya semaksimal mungkin menuntaskan produk legislasi yang sebelumnya telah dibahas. "(Soal RUU Perampasan Aset) kita tunggu sampai pergantian periode selanjutnya," paparnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni juga menyatakan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak dapat disahkan di sisa masa jabatan DPR periode 2019-2024 karena keterbatasan waktu. Sahroni menyebutkan, semua fraksi di DPR memerlukan waktu yang cukup untuk membahas secara mendalam berbagai aspek terkait RUU tersebut.
"Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) ingin RUU Perampasan Aset segera diselesaikan. Tapi, karena masa sidang tinggal beberapa hari lagi, kemungkinan besar pembahasan akan dilanjutkan pada sidang DPR periode berikutnya," kata Sahroni.