MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, DEEP: Meminimalisir Politik Pragmatisme Partai

MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, DEEP: Meminimalisir Politik Pragmatisme Partai

Nasional | okezone | Jum'at, 3 Januari 2025 - 18:54
share

JAKARTA - Setelah melewati jalan panjang, Mahkamah Konstutusi tidak mengabulkan 32 perkara pengujian konstitusionalitas pasal ambang batas pencalonan presiden. Akhirnya, perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam sidang pembacaan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

Dalam putusan sidang, MK menyatakan syarat partai politik atau gabungan partai politik memiliki 20 persen kursi DPR dan atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden inskonstitusional dan bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan.

Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati sangat mengapresiasi putusan MK yang progressif ini. Sebab selama ini, penentuan ambang batas pencalonan presiden yang tidak didasarkan pada kajian akademis serta basis penghitungan yang transparan, akuntabel, rasional, terbuka, dan sesuai dengan prinsip pemilu. 

Hal ini membuat demokrasi menjadi tidak adil dan demokratis. MK sudah mengembalikan demokrasi kita ke khittah, berkeadilan dan inklusif. Saat ini pembuat undang-undang menjadi kunci. Apakah akan menjadikan pedoman dalam menyusun RUU Pemilu atau seperti sebelumya yang melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. 

"Melihat respon seluruh elite di setiap partai itu positif, sehingga saya memiliki harapan besar bahwa demokrasi kita semakin lebih baik lagi. Hal ini akan meminimalisir politik pragmatisme partai-partai," kata Neni dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (3/1/2025).

Neni pun mengapresiasi Putusan MK yang berani mengembalikan demokrasi ke khittah dan menunjukkan lembaganya sebagai the guidance of constitutional democracy.

"Saat ini, pembuat undang-undang menjadi kunci. Apakah akan menjadikan pedoman dalam menyusun RUU Pemilu atau melakukan pembangkangan terhadap konstitusi karena kepentingan politik pragmatis? Pembuat UU harus menerapkan prinsip meaningfull participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam melakukan rekayasa konstitusional atas putusan MK terkait dengan penghapusan presidential threshold," katanya.

 

Ia pun mendorong partai politik untuk melakukan kaderisasi secara merit system, memperkuat kelembagaan partai, transaparan dan akuntabel untuk menghadirkan internal partai yang bersih dan jujur dan tegaknya sistem demokrasi. Partai politik sudah seharusnya memberikan support system kepada kader yang memiliki kapasitas, kapabilitas, bukan malah menjadi penghalang.

Ia pun meminta kepada pemangku kebijakan untuk mengamati potensi lahirnya partai politik baru dan banyaknya calon presiden dan wakil presiden, mengharuskan lembaga terkait untuk bisa mempersiapkan strategi dan komunikasi politik agar masyarakat mendapatkan informasi secara berkeadilan termasuk memperketat pencalonan partai politik. Partai politik terbuka, maka akan membuat demokrasi semakin inklusif.

DEEP juga Meminta masyarakat untuk terus mengawal putusan MK ini sampai dengan peruabahan di RUU Pemilu, jangan sampai lengah dan memunculkan permasalahan baru.

"Mendorong pemerintah dan DPR untuk senantiasa konsisten melibatkan partisipasi publik dan memberikan kemudahan akses agar bisa mengawal putusan MK ini secara maksimal. DPR memiliki peranan yang sangar vital untuk memastikan perubahan ini dapat dilaksanakan," katanya.

Topik Menarik