Aturan Pengamanan Zat Adiktif Dinilai Timbulkan Dampak Ganda bagi Petani Tembakau

Aturan Pengamanan Zat Adiktif Dinilai Timbulkan Dampak Ganda bagi Petani Tembakau

Nasional | sindonews | Selasa, 21 Januari 2025 - 21:35
share

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bagian XXI tentang Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463, dan aturan turunannya mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Bahkan, polemik terhadap beleid itu mendapat perhatian Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Sehubungan dengan hal itu, kami sampaikan bahwa sesuai arahan Ketua DPR RI Dr. (H C.) Puan Maharani, surat tersebut (GAPPRI) akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia," bunyi kutipan surat yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal DPR RI.

Surat bernomor: B/0634PT.06/09/2024, tertanggal 25 September 2024, merupakan balasan surat yang dikirimkan oleh Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) KH Sarmidi Husna berpandangan, sikap Ketua DPR itu merupakan wujud perhatian terkait polemik PP 28/2024 dan aturan turunan yang akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan usaha industri hasil tembakau nasional.

"Harapan kami, pimpinan Komisi IX DPR RI menindaklanjuti arahan untuk mereview polemik PP 28/2024 dengan melibatkan lintas stakeholders sehingga ada jalan tengah," kata KH Sarmidi di Jakarta, dikutip Selasa (21/1/2025).

Hasil kajian P3M menyatakan bahwa produk hukum PP 28/2024 terdapat banyak pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi. PP 28/2024 sebagai produk hukum, proses penyusunannya tidak partisipatif karena tak melibatkan para pemangku kepentingan.

"Pemberlakuan peraturan tersebut berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia," tegas KH Sarmidi. Sementara itu, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengungkap terbitnya PP 28/2024 dan menyusul produk turunan merupakan bentuk nyata kriminalisasi terhadap hak ekonomi petani tembakau.

"Selama 5 tahun terakhir produk hukum yang dibuat mulai dari UU sampai peraturan daerah terus-menerus mengimpit eksistensi pertembakauan yang dampaknya sangat terasa," kata Agus.

Agus Parmuji menambahkan, sejak terbitnya PP 28/2024, saat musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, sampai saat ini sudah separuh musim panen, industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.

"Bagi kami para petani tembakau mengalami kebingungan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif pada ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan," tegas Agus Parmuji.

Agus menegaskan, keinginan Kemenkes untuk mengimplementasikan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik adalah arogansi kebijakan yang tujuannya untuk mematikan petani tembakau. Produk hukum itu merupakan agenda besar global dengan melibatkan kelompok anti tembakau yang sengaja akan membunuh hak ekonomi petani tembakau.

"DPN APTI menolak dengan tegas terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunan yang arahnya membunuh kelangsungan hak hidup jutaan petani tembakau. Kami akan terus melawan yang merampas hak-hak petani tembakau," pungkas Agus Parmuji.

Topik Menarik