Empat Hakim Diduga Terima Suap, Pengamat: Sulit untuk Dibenahi karena Sudah Mendarah Daging!

Empat Hakim Diduga Terima Suap, Pengamat: Sulit untuk Dibenahi karena Sudah Mendarah Daging!

Nasional | okezone | Selasa, 15 April 2025 - 13:38
share

JAKARTA - Kejagung telah menetapkan tersangka terhadap empat hakim dalam kasus dugaan suap terkait putusan onslag atau lepas dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO), dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit periode Januari 2021-Maret 2022. 

Keempat hakim itu ialah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat; Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan, dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menanggapi hal itu, pakar hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, wajar jika publik curiga pada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam menangani perkara. 

"Boleh saja publik curiga, dan itu beralasan. Artinya semua keputusannya wajib dicurigai," kata Abdul Fickar kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Kecurigaan terhadap semua putusan itu ditekankan dia sangat beralasan. Sehingga wajar jika semua putusan yang telah diketok oleh hakim-hakim tersebut dicurigai tidak sepenuhnya untuk menegakkan keadilan.

Termasuk dalam hal ini putusan pada praperadilan atas penetapan tersangka Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dimana Djuyamto menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto. 

"Sangat mungkin semua putusannya 'berisi' suapan," tegasnya.

 

Di sisi lain, sistematis dan banyaknya yang terlibat dari unsur pimpinan sampai bawahan dalam kasus suap dan gratifikasi tersebut secara langsung menunjukkan wujud nyata adanya mafia peradilan.

"Inilah wujud nyata mafia peradilan mutakhir dengan jumlah yang sangat mencengangkan para hakim mendapatkan 100 kali lipat dari penghasilannya," bebernya.

Karena itu pula, Abdul Fickar menyatakan pesimistis kejahatan para hakim tersebut dapat ditumpas. Sebab masalahnya adalah kejahatan mereka masuk kategori sistematis dan bersifat struktural.

"Sulit membenahinya ini sudah bersifat struktural dari atas ke bawah. Kelakuannya seperti itu. Sudah mendarah daging bahwa setiap memutuskan harus ada suapnya," katanya.

Menurut Abdul Fickar, bukan hanya putusan tilang yang menetapkan denda. Putusan pidana pun ada 'dendanya' yang masuk ke kantong pribadi. Oleh sebab itu, ia menyarankan Mahkamah Agung memberhentikan semua hakim dan merekrut hakim baru dan juga hakim adhoc.

"Harus membuat aturan komposisi majelis antara hakim karier dan hakim adhoc.  Tapi susahnya dalam kenyataannya hakim ad  hoc pun ikut terima suap," sesalnya.

 

"Gejala ini hampir merata di peradilan-peradilan di kota besar yang potensi perkara bisnisnya banyak," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Ia menerima suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) sebesar Rp 60 miliar. 

Suap diberikan agar hakim memberikan vonis ontslag atau putusan lepas terhadap tiga perusahaan yang terlibat yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dari Rp 60 miliar tersebut, Muhammad Arif Nuryanta membagikan Rp 22,5 miliar kepada tiga hakim yang menangani kasus ekspor CPO tersebut yaitu Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat, serta hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU). 

Topik Menarik