Pemerintahan Jerman Ambruk Beberapa Jam Setelah Donald Trump Menangi Pilpres AS
BERLIN - Koalisi pemerintah Jerman runtuh pada Rabu, (6/11/2024) ketika Kanselir Olaf Scholz memecat menteri keuangannya dan membuka jalan bagi pemilihan umum dadakan, yang memicu kekacauan politik di negara ekonomi terbesar Eropa tersebut. Ini terjadi hanya beberapa jam setelah Donald Trump dinyatakan memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS).
Setelah memecat Menteri Keuangan Christian Lindner dari partai Demokrat Bebas (FDP), Scholz diperkirakan akan memimpin pemerintahan minoritas dengan Partai Demokrat Sosial dan Partai Hijau, partai terbesar kedua. Ia harus mengandalkan suara mayoritas parlemen yang terkumpul untuk meloloskan undang-undang dan berencana untuk mengadakan pemungutan suara mosi tidak percaya parlemen terhadap pemerintahannya pada 15 Januari, yang dapat memicu pemilihan umum dadakan pada akhir Maret.
Scholz mengatakan ia akan meminta dukungan Friedrich Merz, pemimpin oposisi konservatif yang unggul jauh dalam jajak pendapat, untuk meloloskan anggaran dan meningkatkan pengeluaran militer. Merz akan memberikan tanggapannya terkait permintaan ini konferensi pers pada Kamis, (7/11/2024) pagi, demikian dilaporkan Reuters.
Runtuhnya aliansi tiga arah Scholz menjadi puncak dari pertikaian selama berbulan-bulan mengenai kebijakan anggaran dan arah ekonomi Jerman, dengan popularitas pemerintah yang merosot dan kekuatan sayap kanan dan sayap kiri yang melonjak.
"Kita membutuhkan pemerintah yang mampu bertindak, yang memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang diperlukan bagi negara kita," kata Scholz kepada wartawan.
Scholz mengatakan dia memecat Lindner karena perilakunya yang menghalangi dalam sengketa anggaran, menuduh menteri tersebut mengutamakan partai daripada negara dan memblokir undang-undang dengan alasan yang tidak masuk akal.
Sementara itu Lindner mengatakan Scholz telah mencoba memaksanya untuk melanggar batas pengeluaran yang ditetapkan oleh konstitusi yang dikenal sebagai pengetatan utang. Lindner, seorang pengamat fiskal, menolak untuk mendukung keinginan Scholz tersebut.
Sumber pemerintah mengatakan Scholz ingin meningkatkan paket dukungan Ukraina sebesar 3 miliar euro menjadi 15 miliar euro dan membiayainya dengan menangguhkan pengetatan utang.
"Olaf Scholz menolak untuk mengakui bahwa negara kita membutuhkan model ekonomi baru," kata Lindner kepada wartawan, sebagaimana dilansir Reuters. "Olaf Scholz telah menunjukkan bahwa ia tidak memiliki kekuatan untuk memberikan dorongan baru bagi negaranya."
Langkah ini diambil sehari setelah terpilihnya Donald Trump dari Partai Republik sebagai presiden AS, sementara Eropa berjuang untuk membentuk tanggapan yang bersatu terkait berbagai isu, mulai dari kemungkinan tarif baru AS hingga perang Rusia di Ukraina dan masa depan aliansi NATO.
Krisis pemerintahan terjadi di saat yang kritis bagi Jerman, dengan ekonomi yang lesu, infrastruktur yang menua, dan militer yang tidak siap.
Perombakan politik dapat memicu rasa frustrasi yang semakin besar terhadap partai-partai arus utama Jerman yang menguntungkan gerakan populis yang lebih muda, termasuk partai oposisi Alternatif untuk Jerman (AfD) yang anti-imigran.
AfD menyambut baik runtuhnya koalisi tersebut sebagai "pembebasan" yang telah lama ditunggu-tunggu bagi Jerman.
Scholz mengumumkan bahwa Bundestag akan mengadakan mosi tidak percaya pada 15 Januari 2025. Menurut konstitusi, jika kanselir gagal mendapatkan dukungan yang cukup, ia dapat secara resmi meminta presiden membubarkan majelis rendah yang beranggotakan 733 orang dan mengadakan pemilihan umum baru dalam waktu 60 hari. Hal ini dapat menunda pemilihan umum parlemen Jerman dari musim gugur mendatang hingga Maret 2025.