Kejagung Diminta Tangani Kasus Timah Secara Objektif
JAKARTA - Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengatakan, saat ini pihaknya sudah menetapkan 5 korporasi sebagai tersangka kasus timah.
Namun, terdapat lebih dari 2.000 pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus korupsi timah. Hal tersebut tidak diproses oleh Kejagung menjadi tersangka.
"Ada 2.000 lebih Kalau kami jadikan tersangka semua, 2.000 lebih kemudian kerugian yang kita akan tutup adalah sangat sedikit. Tentu saja kita cuma efektifnya, kita akan tindak lanjut," kata Burhanuddin saat Konferensi Pers Jaksa Agung dan KPK di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu (8/1/2025).
Merespon hal tersebut, Andi Kusuma selaku pihak yang melaporkan guru besar IPB Bambang Hero Saharjo ke Polda Kepulauan Bangka Belitung merespon hal tersebut. Menurutnya, pembiaran ini sebagai tindakan menumpuk masalah.
"Barusan ini juga dari konferensi pers Dari pihak Kajagung bahwa ada kurang lebih 2.000 mitra pengusaha yang melakukan pengrusakan lingkungan. Loh Ini namanya menumpuk air di dulang (wadah). Kalau memang konteknya ada 2.000 Ya tangkap. Tangkap yang 2.000, kenapa sekarang ini," kata Andi kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/1/2025).
Menurut Andi, dalam penegakan hukum ini harus dilakukan secara objektif dan menggunakan pasal yang tepat, tidak semua kasus hukum menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Kami dalam hal ini mau penegakan hukum tersebut betul-betul dilakukan secara objektif, karena kalau kita bicara kerusakan lingkungan saya sepakat mengakibatkan kerugian negara, kami sepakat itu. Tapi penerapan pasalnya lebih layak penerapan pasal di UU Mineral dan Batubara Lingkungan," jelas Andi.
Ia pun menilai, penerapan UU Tipikor dalam hal ini berkaitan dengan keuangan negara. Namun, jika menggunakan UU Mineral dan Batubara ataupun Lingkungan akan ada reklamasi untuk Bangka Belitung.
"Kalau dibawa ke korupsi otomatis bicara keuangan negara, Kalau bicara konteks penerapannya sekarang ini bicara UU Lingkungan ataupun Mineral dan Batubara akan terjadi reklamasi, kalau memang ada Rp271 triliun tersebut otomatis kembali ke Bangka Belitung. Itu saja yang kami harapkan," ujarnya.
Selain itu, Andi melihat hukum di Indonesia tidak sesuai antara penegakan dan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak kejahatan. Seperti yang terjadi pada 2.000 pihak yang tidak diproses oleh Kejagung dalam perkara timah.
"Ya kalau kita bicara hukuman ya sesuai dengan perbuatannya lah. Terkadang dakwaan saya lihat tuntutan melebihi dari perbuatan, disitulah bicara penegakkan hukum sifatnya memaksa, tapi harus mempunyai nilai-nilai berkeadilan," jelasnya.
Langkah Kejagung membiarkan 2.000 lebih pihak tersebut bebas begitu saja setelah melakukan pengrusakan lingkungan, ia menilai harus dilakukan penyelidikan atau penyidikan untuk mengungkap kasus Rp271 triliun.
"Kalau kita bicara dalam hal ini untuk di negara Indonesia, sekarang Jaksa bisa tangkap Hakim, Polisi juga bisa tangkap KPK. Kalau bicara perkara yang ditangani Oleh pihak Kejasaan, Kami berharap Kepolisian bisa dalam hal ini melakukan lidik maupun sidik, sehingga tabir ataupun misteri bicara Rp271 triliun ini bisa kita terungkap," katanya.