BI Dinilai Masih Perlu Tahan Suku Bunga Acuan 6, Ini Alasannya
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) masih perlu mempertahankan BI Rate di level 6 di bulan Januari 2025. Saran ini diberikan Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky atas dasar beberapa bahan pertimbangan.
Suku Bunga Acuan BI
1. Inflasi
Pertimbangan pertama, pada akhir tahun 2024, inflasi umum tercatat sebesar 1,57 (yoy), menandai level terendah sejak 1958. Hal ini didorong oleh normalisasi harga pangan dan penyesuaian harga yang diatur pemerintah.
"Meskipun mengalami sedikit peningkatan dari 1,55 (yoy) pada November 2024 menjadi 1,57 (yoy) pada Desember 2024, angka inflasi akhir tahun ini menandai Tingkat inflasi tahunan terendah dalam sejarah Indonesia sejak perhitungan inflasi dimulai pada tahun 1958," kata Riefky dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
2. Target Inflasi
Adapun BI yakin bahwa inflasi akan tetap berada dalam kisaran target 1,5 hingga 3,5 untuk tahun 2025-2026. Ke depan, dinamika inflasi kemungkinan akan dipengaruhi oleh tekanan ke atas maupun ke bawah.
Menurut Riefky, pengaruh rendahnya inflasi juga berasal dari pembatalan tarif PPN 12, yang diumumkan hanya sehari sebelum implementasinya, mengganggu operasional bisnis dan memaksa penyesuaian harga yang sebelumnya telah diperbarui.
"Kendati kebijakan ini dibatalkan, kebijakan pajak lain yang bertujuan mengurangi beban fiskal mungkin tetap muncul, seperti penurunan ambang batas pendapatan untuk pajak penghasilan final UMKM yang memengaruhi penetapan harga produk," ujarnya.
3. Nilai Tukar Rupiah
Di sisi lain, pelemahan Rupiah menghadirkan risiko inflasi impor, mencerminkan kekhawatiran atas potensi kebijakan perdagangan di bawah Presiden AS yang baru terpilih, Presiden Trump, termasuk pemberlakuan tarif impor. Namun, penurunan daya beli rumah tangga, dapat menekan inflasi lebih rendah karena melemahnya permintaan menekan tekanan harga.
Pertimbangan lainnya adalah antara pertengahan Desember dan pertengahan Januari, Indonesia mengalami arus modal keluar sebesar USD0,75 miliar. Hal ini berkontribusi pada depresiasi rupiah, yang mencapai Rp16.195 per dolar AS pada 9 Januari 2025.
"Selama periode ini, Rupiah melanjutkan depresiasi, mencapai Rp16.195 per USD pada 9 Januari 2025, turun 2,11 dari level bulan sebelumnya sebesar Rp15.860 per USD," ungkap Riefky.
4. Faktor Eksternal
Meskipun angka inflasi Indonesia berada di kisaran target Bank Indonesia bagian bawah, Rupiah menghadapi tekanan yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir karena faktor-faktor eksternal. Salah satunya adalah ekspektasi akan kebijakan moneter yang lebih hati-hati dari the Fed, yang didorong oleh tekanan inflasi yang terus berlanjut di AS dan arah kebijakan pemerintahan Donald Trump yang akan datang.
Menurutnya, dinamika eksternal ini membuat Bank Indonesia tidak memiliki banyak fleksibilitas untuk memangkas suku bunga acuan dalam jangka pendek karena hal ini dapat memperburuk arus modal keluar dan semakin melemahkan Rupiah.
"Terlepas dari rekor inflasi yang rendah ini, kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga BI tidak berubah di level 6,00 pada pertemuan Dewan Gubernur pertama di tahun 2025 untuk mencegah Rupiah melemah lebih lanjut," pungkasnya.