Menperin Sebut Pelaku Industri Ngeluh Harga Gas Murah Belum Jelas
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendapat keluhan dari para pelaku industri nasional perihal harga gas murah untuk industri, terutama skema harga gas bumi tertentu (HGBT).
Industri masih menanti kelanjutan harga gas murah melalui skema HGBT. Sejak berakhir pada 31 Desember 2024, sebanyak tujuh sektor industri penerima HGBT kini harus dikenai harga komersial.
1. Ada 7 Sektor
Adapun, tujuh sektor industri penerima HGBT diantaranya sektor pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
"Nah itu lah problemnya. Banyak keluhan yang saya dapati dari industri berkaitan dengan komitmen yang rendah dari PGN," ujar Menperin saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/1/2025).
2. Harga Gas Murah
Melalui skema HGBT ketujuh sektor industri tersebut mendapatkan harga gas murah senilai USD 6 per MMBTU. Selain itu, pelaku industri menginginkan suplai gas yang terjamin.
Tiga Anak di Bawah Umur Ikut Kapal KM Aspak 03 yang Hilang Kontak di Perairan Misool-Seram
"Yang penting bagi industri itu kan adanya suplai gas yang terjamin, dengan harga yang juga terjamin. Jadi harga juga tidak boleh fluktuatif,” paparnya.
3. Pelaku Industri dan PGN
Dia menegaskan, yang sudah menjadi kontrak industri dengan PGN harus bisa diimplementasikan. “Dilakukan komitmennya, harus dihargai oleh PGN," beber dia.
Agus berharap, kelanjutan penyaluran harga gas murah untuk tujuh sektor industri bisa segera terealisasi. Lantaran gas dinilai jadi komponen penting untuk proses produksi, termasuk bahan baku.
"Ya saya kira harus segera berlaku ya, karena pabrikan harus terus berjalan. Jadi gas yang dibutuhkan itu tetap harus ada dan tersedia," ucapnya.
4. Pernyataan Menteri ESDM
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sinyal, bahwa 7 sektor industri tetap bakal menikmati harga gas bumi murah.
"HGBT kan sebenarnya filosofinya itu adalah, bagaimana proses nilai tambahnya adalah ada di dalam negeri. Gas dijadikan sebagai bahan baku subtitusi impor. Nah, sekarang kalau dari 7 itu rasanya hampir dapat bisa dipastikan untuk dilanjutkan," ungkap Bahlil.
Soal usul tambahan sektor industri penerima harga gas murah, Bahlil menyebut itu masih dihitung secara nilai keekonomian. Lantaran ia tak ingin alokasi anggaran negara bocor begitu saja tanpa mendapat pemasukan setimpal.
"Nah pengusulan tambahan itu kita lagi menghitung secara ekonominya. Kenapa? Karena HGBT selama 2021-2024, potensi pendapatan negara yang terkonversi menjadi HGBT itu sebesar Rp67 triliun," katanya.
"Jadi jangan sampai semua gas kita kasih ke HGBT, negara enggak dapat pendapatan. Jadi kita hitung betul, dia kita kasih tapi dia harus menciptakan lapangan pekerjaan," lanjut Bahlil.