Penipu Modus Bantuan Presiden Prabowo Raup Rp30 Juta dalam 4 Bulan
JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim PolrI berhasil mengungkap kasus penipuan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) deepfake, yang menggunakan video Presiden Prabowo Subianto, dan menawarkan bantuan. Keuntungan yang diraup pelaku mencapai Rp30 juta.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan, tersangka berinisial AMA (29) mengubah narasi video pidato Prabowo menggunakan AI, menjadi penawaran bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan. Dalam kurun waktu empat bulan, AMA telah menipu 11 orang dan meraup keuntungan hingga Rp30 juta.
"Konten-konten yang disebarkan, berupa video deepfake pejabat negara dan sejumlah publik figur ternama di Indonesia, dengan total keuntungan yang diterima kurang lebih sebesar Rp30 juta selama 4 bulan terakhir," kata Himawan saat konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).
Profil Melody Sharon, Sosok Istri Tega Lindas Suami usai Kepergok Selingkuh di Jakarta Timur
Himawan mengatakan, dalam unggahan video yang telah diubah menggunakan AI, tersangka sengaja mencantumkan nomor WhatsApp miliknya guna meraup keuntungan. Setelah berhasil menggiring korban untuk menghubungi nomor WhatsApp tertera, pelaku akan mengarahkan mereka untuk mengisi pendaftaran penerima bantuan.
"Dan setelah itu korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan biaya administrasi," katanya.
Setelah itu, kata Himawan, korban yang telah membayar biaya administrasi bakal dijanjikan pencairan dana oleh tersangka. "Sehingga korban percaya untuk kembali mentransfer sejumlah uang yang sebenarnya dana bantuan tersebut tidak pernah ada," katanya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Kemudian, Pasal 378 KUHP, dengan ancaman hukuman Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000.000,- (Rp12 miliar rupiah)," katanya.