Pesawat Militer AS Nyaris Tabrakan dengan Jet Penumpang di Dekat Venezuela
JAKARTA – Sebuah pesawat penumpang hampir bertabrakan di udara dengan pesawat militer Amerika Serikat (AS) di dekat pantai Venezuela, menurut laporan Associated Press dan New York Times, yang mengutip komunikasi radio dan data pelacakan penerbangan. Insiden ini terjadi saat Washington meningkatkan tekanannya terhadap Caracas dengan penambahan kekuatan angkatan laut AS di Karibia.
Penerbangan JetBlue 1112 pada Jumat (12/12/2025) dilaporkan berpapasan dengan pesawat tanker pengisian bahan bakar Angkatan Udara AS saat terbang dari Curaçao, sebuah pulau kecil di lepas pantai Venezuela, menuju Bandara Internasional John F. Kennedy di New York City.
Dua puluh menit setelah lepas landas, pesawat tiba-tiba kehilangan ketinggian di tengah pendakian.
“Kami hampir mengalami tabrakan di udara di sini,” kata pilot JetBlue sebagaimana dilansir RT. “Mereka lewat tepat di jalur penerbangan kami... Mereka tidak menyalakan transponder mereka; ini keterlaluan.”
Juru Bicara JetBlue, Derek Dombrowski, mengatakan pada Minggu (14/12/2025) bahwa maskapai tersebut telah melaporkan insiden itu kepada pihak berwenang.
“Anggota kru kami dilatih tentang prosedur yang tepat untuk berbagai situasi penerbangan, dan kami menghargai kru kami karena segera melaporkan situasi ini kepada tim kepemimpinan kami,” katanya.
Juru bicara Komando Selatan AS, Kolonel Manny Ortiz, mengatakan mereka “menyadari laporan baru-baru ini mengenai operasi pesawat militer AS di Karibia dan saat ini sedang meninjau masalah tersebut.” Ia menambahkan bahwa keselamatan tetap menjadi prioritas utama dan militer “sedang bekerja melalui saluran yang tepat untuk menilai fakta-fakta seputar situasi tersebut.”
Sejak September, AS telah menewaskan lebih dari 80 orang dalam serangan terhadap kapal-kapal yang diduga milik kartel, yang menurut Trump digunakan oleh pemerintah Venezuela untuk “membanjiri” AS dengan narkoba. Venezuela membantah keterlibatannya dalam perdagangan narkoba dan mengatakan serangan itu adalah bagian dari rencana “kolonial” untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro dan menjarah sumber daya alam negara tersebut.








