6 Ciri Tarekat: Syaikh Abdul Qadir al-Jilani Tokoh Pertama yang Memperkenalkan tarekat

6 Ciri Tarekat: Syaikh Abdul Qadir al-Jilani Tokoh Pertama yang Memperkenalkan tarekat

Terkini | sindonews | Kamis, 3 Oktober 2024 - 11:33
share

DI Indonesia kita lebih banyak mengenal ajaran tasawuf lewat lembaga keagamaan non-formal yang namanya "tarekat" asal kata thariqah. Di Jawa Timur misalnya, kita jumpai Tarekat Qadiriyah yang cukup dikenal, disamping Tarekat Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Tijaniyah dan Sanusiyah.

KH Ali Yafie menulisbab "Syariah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma'rifah" dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Yayasan Paramadina)mengatakan bahwabelakangan ini, kita melihat adanya langkah lebih maju dalam perkembangan tarekat-tarekat tersebut dengan adanya koordinasi antara berbagai macam tarekat itu lewat ikatan yang dikenal dengan nama Jam'iyah Ahl al-Thariqah al-Mu'tabarah.

Pada tahun lima puluhan, pemerintah Mesir menempatkan pembinaan dan koordinasi tarekat-terekat tersebut di bawah Departemen Bimbingan Nasional (Wizarah al-Irsyad al-Qaumi). Pertimbangannya ialah, bagaimanapun keberadaan penganut-penganut tarekat itu merupakan bagian dari potensi bangsa/umat, yang berhak mendapatkan perlindungan dalam rangka tertib kemasyarakatan suatu negara.

Baca juga: Tasawuf dan Ketiadaan

Lalu, kapankah munculnya tarekat (al-thuruq al-shufiyah) itu dalam sejarah perkembangan gerakan tasawuf?

Dr Kamil Musthafa al-Syibi dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf dan gerakan syiah mengungkapkan, tokoh pertama yang memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) itu Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (w. 561 H/1166 M) di Baghdad. Ajaran tarekatnya menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam, yang mendapat sambutan luas di Aljazair, Ghinia dan Jawa.

Sedangkan di Mesir, tarekat yang banyak pengikutnya Tarekat Rifa'iyyah yang dibangun Sayid Ahmad al-Rifa'i. Dan tempat ketiga diduduki tarekat ulama penyair kenamaan Parsi, Jalal al-Din al-Rumi (w. 672 H/1273 M). Beliau membuat tradisi baru dengan menggunakan alat-alat musik sebagai sarana dzikir.

Kemudian sistem ini berkembang terus dan meluas. Dalam periode berikutnya muncul tarekat al-Syadziliyah yang mendapat sambutan luas di Maroko dan Tunisia khususnya, dan dunia Islam bagian Timur pada umumnya.

KH Ali Yafie menyebut yang juga perlu dicatat di sini ialah munculnya Tarekat Sanusiyah yang mempunyai disiplin tinggi mirip disiplin militer.

Di bawah syeikhnya yang terakhir, Sayyid Ahmad al-Syarif al-Sanusi berhasil menggalang satu kekuatan perlawanan rakyat yang mampu memerangi kolonialis Italia, Perancis dan Inggris secara berturut-turut, dan akhirnya membebaskan wilayah Libya.

Baca juga: Pengertian Tasawuf dan Manfaat Mempelajarinya

Mungkin sifat keras dari iklim yang dibentuk Tarekat Sanusiyah inilah yang mewarnai Mu'ammar al-Qadafi mengambil alih kekuasaan dan berkuasa sampai saat ini sebagai Kepala Negara tersebut.

Nicholson mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja (zuhd) adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikutnya dididik dalam disiplin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walaupun beragam namanya dan metodenya, tapi ada beberapa ciri yang menyamakan:

1. Ada upacara khusus ketika seseorang diterima menjadi penganut (murid). Adakalanya sebelum yang bersangkutan diterima menjadi penganut, dia harus terlebih dahulu menjalani masa persiapan yang berat.

2. Memakai pakaian khusus (sedikitnya ada tanda pengenal)

3. Menjalani riyadlah (latihan dasar) berkhalwat. Menyepi dan berkonsentrasi dengan shalat dan puasa selama beberapa hari (kadang-kadang sampai 40 hari).

4. Menekuni pembacaan dzikir tertentu (awrad) dalam waktu-waktu tertentu setiap hari, ada kalanya dengan alat-alat bantu seperti musik dan gerak badan yang dapat membina konsentrasi ingatan.

5. Mempercayai adanya kekuatan gaib/tenaga dalam pada mereka yang sudah terlatih, sehingga dapat berbuat hal-hal yang berlaku di luar kebiasaan.

Baca juga: Tasawuf dan Para Sufi Menurut Ibnu Taimiyah

6. Penghormatan dan penyerahan total kepada Syeikh atau pembantunya yang tidak bisa dibantah

Dari sistem dan metode tersebut Nicholson menyimpulkan, bahwa tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu pendidikan moral dan solidaritas sosial. Sasaran akhir dari pembinaan pribadidalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridlai Allah, dengan jalan pengamalan syari'ah dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk mencapai ma'rifah.

Apa yang dimaksud dengan kata ma'rifah dalam terma mereka ialah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam tawhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.

Baca juga: Dunia Tasawuf Anggap Nabi Khidir Masih Hidup Hingga Kini, Benarkah?

Topik Menarik