Terungkap, Tom Lembong Sudah 3 Kali Diperiksa Sebelum Jadi Tersangka Impor Gula
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi importir gula di Kementerian Perdagangan. Sebelum ditetapkan tersangka, Tom Lembong sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi kasus tersebut.
“Terkait dengan pemeriksaan yang bersangkutan sejak kurun waktu 2023, sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar Rabu (30/10/2024).
Harli menjelaskan, penyidik melakukan gelar perkara setelah memeriksa Tom Lembong kemarin. Dari hasil gelar perkara itu, penyidik Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Baca juga: 10 Fakta Tom Lembong, Tersangka Kasus Impor Gula yang Ditahan Kejagung
“Setelah melakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik melakukan ekspose perkara. Kemudian menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. Kemudian penyidik menggunakan kewenangannya dalam rangka melakukan penahanan terhadap kedua tersangka baik TTL maupun CS,” jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kronologis berawal pada 2015 berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian tepatnya 12 Mei 2015 telah disimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak membutuhkan impor gula.
Baca juga: Tom Lembong Tersangka Kasus Impor Gula, Kejagung Klaim Tidak Ada Politisasi
"Akan tetapi, pada tahun yang sama yaitu 2015 Menteri Perdagangan saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut di olah menjadi gula kristal putih atau GKP," kata Abdul dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024.
"Sesuai keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN, tetapi berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan oleh tersangka TTL impor gula dilakukan oleh PT AP dan impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian yang mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri," tambahnya.
Qohar menyebut, pada 28 Desember 2015 dilakukan rapat koordinasi di bidang perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Menko Perekonomian yang salah satu pembahasannya bahwa Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
"Pada November-Desember 2015 tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor gula kristal putih secara langsung dan yang dapat melakukan hanya BUMN," ujarnya.
"Kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya izin hanya produsen gula kristal yang diperuntukkan untuk usaha makanan, minuman, dan farmasi,” katanya.
Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut padahal nyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta yaitu delapan perusahaan ke pasaran melalui distributor yang terafiliasi dengannya.
“Dengan harga Rp16.000/Kg harga lebih tinggi dari HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp13.000 dan tidak dilakukan operasi pasar," imbuhnya.