Pesan Kiai Tafsir tentang Dunia LGBT: Mereka Juga Berhak Masuk Surga
PENGAJIAN rutin di Gedung Dakwah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta hari Sabtu lalu, menghadirkan Kiai Haji Muhammad Tafsir. Ulama asal Kebumen, Jawa tengah, ini penuh humor. Inilah yang menjadikan, kendati tema kajian yang diangkat membuat jidat berkerut lantaran rumit dan berat, jika yang menyampaikan Kiai Tafsir semua menjadi cair. Mudah dipahami.
"Kaum LGBT itu juga manusia. Mereka juga berhak masuk surga," ujar Kiai yang memiliki program dakwah unggulan terhadap kelompok terpinggirkan (marginal), yaitu mendampingi kelompok waria dan LGBT (lesbian, gay, bisexual, dan transgender).
Kiai Tafsir menekankan pentingnya berdakwah di kalangan marjinal. Paham keagamaan Muhammadiyah sejati menurutnya bersifat inklusif dan terbuka.
Di balik gayanya yang humoris, Kiai Tafsir mempertanyakan peran dakwah sebagian mubalig yang hanya berdakwah di internal dari masjid ke masjid saja. Andai ke eksternal pun mereka lebih senang berdakwah untuk lingkungan gemerlap. Sebagian dari mereka lebih nyaman mengisi di komunitas komunitas elite, macam komunitas ibu-ibu pejabat, artis, tapi lupa bahwa di sisi lain, masyarakat ada yang hidup di lorong-lorong gelap.
Di lorong gelap itulah hidup komunitas marginal yang antara lain adalah komunitas LGBT, para penjaja seks bebas dan sebagainya.
Para misionarisKatolik consent dan sangat telaten turun ke komunitas kumuh tersebut. Tentunya gaya mereka tidak melakukan ceramah umum seperti pendeta, tapi mereka turun dengan program-program, pelatihan-pelatihan kepada komunitas tersebut. Membuka program pelayanan konseling, pelayan kesehatan, bhakti sosial dan program-program kemanusiaan lainnya.
Cara demikian patut kita tiru. “Pendampingan kita ke sana adalah bagaimana kita memperlakukan mereka sebagai manusia yang berhak masuk surga serta membimbing mereka memahami fikih dalam beribadah,” imbuh Tafsir.
Selain menggandeng kelompok waria dan LGBT agar perlahan kembali ke jalan yang benar, Muhammadiyah dalam hal ini bisa ikut membantu penguatan dari sisi ekonomi, memahami kultur, dan memberikan dukungan.
Muhammadiyah memiliki visi Al-Irsyadah (petunjuk) untuk membimbing kehidupan manusia menjadi hidup yang maju dan bahagia di dunia dan akhirat.
Berdasarkan pengertian agama Islam menurut Muhammadiyah, ada hadis ad dinu yusrun (agama itu mudah) dan keberagamaan yang terbaik adalah yang hanif, moderat, toleran.
Ada prinsip yasiru wa laa tu’asiru (permudah, jangan persulit), basyiru wa laa tunafiru (sebarkan kabar gembira, bukan ancaman). "Apalagi sesungguhnya surga jannatun naim itu menyapa semua orang, tidak pilih siapapun, termasuk kaum marjinal,” jelasnya.
“Kita menolak LGBT sebagai gaya hidup, tapi kita tidak boleh sia-sia (semena-mena) kepada orang yang menjadi korban dari LGBT. Kita memberantas kemiskinan tapi tidak boleh sia-sia kepada orang miskin. Ingat mereka tetap manusia yang punya hak surga seperti kita," katanya.
Jadi dakwah itu jangan hanya memahami ayat Al-Qur'an dan hadis saja, tapi dakwah pun harus memahami manusia. Kalau ingin dakwah berhasil, pahamilah manusianya,” pesan Kiai Tafsir.
"Bangunlah mental bunga teratai, maka dia tetap bersih walaupun berada di tengah comberan,” lanjut Tafsir memberikan perumpamaan.
Menurutnya, purifikasi Muhammadiyah itu bukan tekstualisasi. Muhammadiyah di satu pilar ruju’ ilal Quran wa Sunnah tapi di sisi lain membangun pikiran utama dengan cara bayani, burhani, dan irfani. Ini luar biasa, bukan tekstualisasi.
Kiai Tafsir mengingatkan bahwa kaum LGBT semakin kuat karena kita enggan berdakwah di kalangan mereka. Mereka semakin lama semakin mengorganisir dengan rapi, mungkin malah lebih rapi dari pada para mubalig karena mereka punya agenda politik di masa depan.
Kalangan ini kini kian solid. Jaringan mereka pun dari mulai yang terkecil sampai internasional. Sebagai contoh kecil di balik sistem demokrasi yang semakin terbuka ini mereka mempunyai target minimal. Di antara mereka ada yang menjadi anggota DPR. Mereka menargetkan menggolkan sebuah UU yang melegalkan perkawinan sejenis.
Bagi komunitas penjaja seks, mereka mengagendakan sebuah UU yang mengakui penjaja seks sebagai profesi yang legal, sama kedudukannya dengan profesi-profesi lainnya.
Di sisi lain, kini para ulama masih berkutat pada diskusi internal dan berdebat pemahaman masing-masing. Umat Islam semakin menjauh dari prinsip dakwah sebenarnya.