Klaim Kedaulatan, Presiden Cile Kunjungi Antartika
Presiden Gabriel Boric menjadi presiden Cile pertama yang melakukan perjalanan ke Kutub Selatan atau Antartika untuk menegaskan kembali "klaim kedaulatan" negaranya atas sebagian Antartika, karena persaingan internasional atas kepemilikan wilayah tersebut semakin memanas.
Boric adalah pemimpin Amerika Latin pertama yang mengunjungi Kutub Selatan, dengan tujuan untuk mengklaim sebagian Antartika dan memajukan upaya ilmiah di wilayah tersebut.
"Ini adalah tonggak sejarah bagi kami," kata Boric selama kunjungannya, yang disiarkan oleh televisi nasional Cile.
“Ini adalah pertama kalinya seorang presiden Cile datang ke Kutub Selatan dan berbicara tentang misi Cile di Antartika,” imbuhnya, dilansir Press TV.
Didampingi oleh menteri pertahanan dan lingkungannya, Boric tinggal di Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott yang dioperasikan AS.
Ia juga mengunjungi pangkalan penelitian Cile di Gletser Union di Antartika, yang menggarisbawahi komitmen ilmiah negara tersebut terhadap kawasan tersebut.
Kunjungan Boric berfungsi sebagai penegasan kembali klaim kedaulatan Cile atas sebagian Antartika, tempat negara tersebut telah mempertahankan kehadirannya sejak pertengahan abad ke-20.
“Kunjungan ini merupakan penegasan klaim kedaulatan kami,” kata Boric, yang menunjukkan niat negaranya untuk memperdalam peran geopolitik dan ilmiahnya di kawasan tersebut.
Cile secara historis memusatkan upaya geopolitiknya di bagian utara Antartika. Pemerintah Boric bermaksud untuk memperluas kegiatan negaranya ke Laut Bellingshausen dan Weddell, di bagian selatan benua tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Cile menegaskan bahwa angkatan bersenjata, diplomat, pusat penelitian, dan universitas negara itu, telah bersatu untuk memastikan bahwa Cile menjadi pintu gerbang dunia menuju Antartika.
Kunjungan Boric mengikuti perjalanan serupa yang dilakukan oleh para pemimpin dunia lainnya, termasuk Helen Clark dari Selandia Baru pada tahun 2007 dan Jens Stoltenberg dari Norwegia pada tahun 2011.
Antartika diatur oleh 'Perjanjian Antartika' tahun 1961. Perjanjian tersebut melindungi wilayah tersebut dari persaingan geopolitik dan mempromosikan penelitian ilmiah yang damai. Menurut perjanjian tersebut, Antartika bukanlah sebuah negara dan tidak memiliki pemerintah atau penduduk asli.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tujuh negara, termasuk Australia, Cile, Prancis, Selandia Baru, Norwegia, dan Inggris, telah mengajukan klaim teritorial atasnya, yang menegaskan kepemilikan mereka atas sebagian benua tersebut. Negara-negara lain, terutama AS belum mengakui klaim ini.
Dalam berbagai kesempatan, AS, yang merupakan negara paling berpengaruh di Antartika, telah menunjukkan keengganannya untuk bekerja sama dengan negara lain baik dalam hal kedaulatan geopolitik maupun penelitian ilmiah.
Antartika sangat kaya akan sumber daya alam dan perusahaan-perusahaan pertambangan dan minyak besar AS telah menunjukkan kesediaan mereka untuk mengambil alih wilayah tersebut demi tujuan ekonomi dan keuangan mereka sendiri.
Dengan demikian, menerima kedaulatan negara lain atas sebagian wilayah benua tersebut dapat membahayakan kepentingan perusahaan-perusahaan AS.