Israel-Hamas Gencatan Senjata, Warga Gaza Menangis Gembira Sambil Teriak Allahu Akbar
Warga Palestina bersorak kegirangan di seluruh Jalur Gaza pada hari Rabu atas kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Banyak dari mereka meneteskan air mata kegembiraan dan yang lainnya bertepuk tangan sambil meneriakkan “Allahu Akbar”
“Saya senang, ya, saya menangis, tetapi ini adalah air mata kebahagiaan,” kata Ghada, seorang ibu dari lima anak yang mengungsi dari rumahnya di Kota Gaza selama perang yang telah berlangsung selama 15 bulan.
“Kami terlahir kembali, dengan setiap jam penundaan Israel melakukan pembantaian baru, saya harap semuanya segera berakhir,” katanya lagi kepada Reuters melalui aplikasi obrolan dari tempat penampungan di kota Deir Al-Balah di Gaza tengah, Kamis (16/1/2025).
Para pemuda memukul rebana, meniup terompet, dan menari di jalan di Khan Yunis di bagian selatan daerah kantong Palestina itu beberapa menit setelah mendengar berita tentang kesepakatan yang dicapai di Ibu Kota Qatar, Doha.
Para Diplomat Sudah Dievakuasi, Pasukan Rusia Tetap Beraktivitas di Pangkalan Udara Khmeimim Suriah
Kesepakatan itu menguraikan fase gencatan senjata awal selama enam minggu dan mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza.
Kesepakatan itu juga mengatur pembebasan sandera Israel yang ditawan oleh Hamas dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, kata seorang pejabat yang diberi pengarahan tentang negosiasi tersebut kepada Reuters.
Bagi sebagian orang, kegembiraan bercampur dengan kesedihan.
Ahmed Dahman (25) mengatakan hal pertama yang akan dilakukannya saat kesepakatan mulai berlaku adalah membawa pulang jenazah ayahnya, yang tewas dalam serangan udara Israel di rumah keluarga tahun lalu, dan memberinya pemakaman yang layak.
Hari Penuh Kebahagiaan dan Kesedihan
"Saya merasakan campuran kebahagiaan karena nyawa terselamatkan dan pertumpahan darah dihentikan," kata Dahman, yang seperti Ghada mengungsi dari Kota Gaza dan tinggal di Deir Al-Balah.
"Namun, saya juga khawatir dengan guncangan pascaperang yang akan kita lihat di jalan-jalan, rumah-rumah kita yang hancur, ayah saya yang jenazahnya masih tertimbun reruntuhan," ujarnya.
Ibunya, Bushra, mengatakan bahwa meskipun gencatan senjata tidak akan mengembalikan suaminya. "Setidaknya itu dapat menyelamatkan nyawa orang lain," katanya.
"Saya akan menangis, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perang brutal ini tidak memberi kami waktu untuk menangis,” kata ibu yang menangis itu, berbicara kepada Reuters melalui aplikasi obrolan.
Iman Al-Qouqa, yang tinggal bersama keluarganya di tenda terdekat, masih tidak percaya.
“Ini adalah hari kebahagiaan, dan kesedihan, kejutan dan kegembiraan, tetapi tentu saja ini adalah hari di mana kita semua harus menangis dan menangis lama karena apa yang telah kita semua hilang. Kita tidak hanya kehilangan teman, saudara, dan rumah, kita kehilangan kota kita, Israel mengirim kita kembali ke masa lalu karena perang brutalnya,” katanya kepada Reuters.
“Sudah saatnya dunia kembali ke Gaza, fokus pada Gaza, dan membangunnya kembali,” kata Qouqa.
Pasukan Israel menyerbu Gaza setelah orang-orang bersenjata yang dipimpin Hamas menerobos penghalang keamanan dan menyerbu komunitas Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 tentara dan warga sipil serta menculik lebih dari 250 sandera asing dan Israel.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan bahwa helikopter dan tank tentara Israel telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh oleh kelompok perlawanan Palestina.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, operasi Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 46.000 orang, dan membuat daerah kantong pantai itu menjadi gurun, dengan ribuan orang tinggal di tempat penampungan sementara.