Perintah Trump soal Kewarganegaraan akan Berdampak pada 1,2 Juta Warga India di AS
Perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakhiri kewarganegaraan berdasarkan kelahiran bagi anak-anak yang orang tuanya bukan warga negara Amerika atau penduduk tetap "telah membuat diaspora India tercengang."
Times of India melaporkan pada hari Rabu (22/1/2025) bahwa perintah yang akan mulai berlaku pada tanggal 20 Februari itu menetapkan anak-anak yang lahir dari pemegang paspor asing, termasuk turis, pelajar, dan pemegang visa kerja, tidak akan lagi secara otomatis menerima kewarganegaraan AS.
"Kami adalah satu-satunya negara di dunia yang melakukan ini dengan hak kelahiran, seperti yang Anda ketahui, dan itu benar-benar konyol. Kami pikir kami memiliki dasar yang sangat kuat untuk perubahan tersebut," tegas Trump di Ruang Oval.
Kebijakan tersebut diperkirakan akan berdampak signifikan, terutama bagi lebih dari satu juta warga India yang menunggu kartu hijau, demikian laporan tersebut.
Forbes melaporkan pada bulan April tahun lalu, mengutip data Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS, bahwa lebih dari 1,2 juta warga India, termasuk tanggungan, mengantre untuk kategori kartu hijau berbasis pekerjaan pertama, kedua, dan ketiga.
Laporan tersebut menyoroti penumpukan imigrasi berbasis pekerjaan yang mengganggu sistem imigrasi AS.
Data Sensus AS yang dianalisis Pew Research menunjukkan AS merupakan rumah bagi sekitar 4,8 juta warga India Amerika pada tahun 2022, di mana 34 (lebih dari 1,6 juta) memperoleh kewarganegaraan Amerika berdasarkan kelahiran.
Sekitar setengah dari warga India Amerika tinggal di hanya empat negara bagian: California (20), Texas (12), New Jersey (9), dan New York (7).
Perintah tersebut telah memicu reaksi keras yang meluas di AS, dengan tokoh dan organisasi berpengaruh mengecam keputusan tersebut.
Kelompok imigran dan hak sipil, termasuk American Civil Liberties Union, mengajukan gugatan terhadap tindakan tersebut pada hari Senin.
Pengacara imigrasi yang berbasis di New York Cyrus D. Mehta dikutip Times of India yang mengatakan perintah eksekutif tersebut "jelas akan ditentang di pengadilan," meskipun pemerintahan Trump berpotensi membawa masalah tersebut "sampai ke Mahkamah Agung dengan harapan mayoritas hakim konservatif dapat menyetujui interpretasi baru Trump terhadap Amandemen ke-14."
Hiroshi Motomura, profesor di Fakultas Hukum UCLA, dikutip Vox bahwa kewarganegaraan berdasarkan kelahiran "merupakan prinsip dasar hukum Amerika sehingga dari semua hal dalam agenda Trump, ini adalah yang paling tidak mungkin berhasil."
Menurut laporan media, para pendukung imigrasi mengajukan gugatan hukum di New Hampshire pada Senin malam, tak lama setelah presiden AS menandatangani perintah eksekutif tersebut.
Selain itu, 22 negara bagian yang dipimpin Partai Demokrat bersama dengan Distrik Columbia dan kota San Francisco mengajukan gugatan hukum di Boston dan Seattle, dengan menyatakan Trump telah melanggar Konstitusi AS.
Ini bukan pertama kalinya perintah Trump ditentang di pengadilan. Pada tahun 2020, seorang hakim federal AS memblokir perintah eksekutif Trump yang mengizinkan pemerintah negara bagian dan lokal menolak pengungsi yang ingin bermukim kembali di komunitas mereka.