Dompet Dhuafa Dorong Pemerintah Tingkatkan Kesejahteraan Guru

Dompet Dhuafa Dorong Pemerintah Tingkatkan Kesejahteraan Guru

Terkini | tangsel.inews.id | Jum'at, 29 November 2024 - 00:00
share

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Permasalahan terkait kondisi guru di Indonesia terus menjadi perhatian publik. Perubahan kebijakan hingga kurikulum yang berganti-ganti belum memberikan dampak signifikan, terutama bagi guru honorer. Salah satu contoh nyata dialami oleh Andriyawati (45), seorang guru honorer di SDN 6 Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Ia sedang menunggu proses pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Guru Ati, begitu ia akrab disapa, telah mengabdikan dirinya selama 17 tahun untuk mencerdaskan generasi muda di Wawonii.

Semangatnya untuk mendidik para siswa tak pernah surut. Saat ini, Guru Ati mengajar 50 siswa di tengah keterbatasan fasilitas sekolah yang rusak. Kondisi ini memaksa siswa belajar di perpustakaan atau bergabung dengan kelas lain. Selain itu, perjalanan menuju sekolah yang jauh dan sulit, terutama saat musim hujan, tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya.

Menanggapi keluhan para guru honorer, Direktur Advokasi Kebijakan IDEAS, Agung Pardini, menegaskan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memenuhi hak guru honorer untuk mendapatkan penghasilan layak. Padahal, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sudah mengatur hal tersebut.

"Dari total 3,7 juta guru di Indonesia, sebanyak 2,06 juta atau 56 persen adalah guru honorer. Sebagian besar dari mereka masih menerima upah jauh di bawah standar kelayakan, bahkan di beberapa daerah hanya mendapat gaji kurang dari Rp 500 ribu, terutama di jenjang SD dan MI," ungkap Agung dalam diskusi di Antara Heritage, Selasa (26/11).

Agung menjelaskan bahwa gaji guru honorer masih bergantung pada Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan alokasi maksimal 50 persen untuk sekolah di bawah Kemendikbud dan 60 persen untuk sekolah di bawah Kemenag.

 

"Berdasarkan simulasi IDEAS, rata-rata gaji guru honorer dari Dana BOS berkisar Rp 780 ribu hingga Rp 3,3 juta, tergantung jenjang pendidikan," tambahnya.

Rata-rata gaji guru honorer SD adalah Rp 1,2 juta, guru SMP Rp 1,9 juta, guru SMA Rp 2,7 juta, dan guru SMK Rp 3,3 juta. Sementara itu, guru madrasah menerima gaji lebih rendah, yaitu Rp 780 ribu untuk MI, Rp 785 ribu untuk MTs, dan Rp 984 ribu untuk MA.

Menurut Agung, rasio murid dan guru yang kecil di beberapa daerah menyebabkan alokasi Dana BOS tidak cukup untuk memberikan gaji layak. Bahkan jika porsi Dana BOS dinaikkan, hal tersebut tetap tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer.

Deputi Direktur Corporate Secretary Dompet Dhuafa, Dian Mulyadi, menyatakan, "Peran guru sangat penting dalam mencerdaskan bangsa. Namun, tanggung jawab ini bukan hanya milik guru, melainkan tugas bersama. Kami berharap para guru terus bersemangat menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter mulia."

Lukman Solihin, Analis dan Kebijakan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikdasmen, menambahkan, “Sudah saatnya kemampuan mengajar guru ditingkatkan melalui pendekatan growth mindset dan adaptif. Hal ini terbukti berhubungan erat dengan penguatan kompetensi guru serta peningkatan hasil belajar siswa.”

 

Heni Kurniasih, Sekretaris SMERU Research Institute, juga menekankan pentingnya pengembangan kualitas guru melalui kebijakan yang terintegrasi, seperti pendidikan profesi guru, penempatan guru yang tepat, dan pengembangan profesionalisme.

CEO GREAT Edunesia, Asep Hendriana, mendukung upaya tersebut dengan mengajak masyarakat untuk mengembalikan kebanggaan terhadap profesi guru. "Guru adalah profesi mulia. Mereka adalah pejuang yang mencerdaskan jutaan anak bangsa, termasuk calon pemimpin masa depan."

Topik Menarik