Kronologi Guru Honorer di Malang Jadi Tersangka Aniaya Siswa, Diawali Korban Tak Salat Subuh

Kronologi Guru Honorer di Malang Jadi Tersangka Aniaya Siswa, Diawali Korban Tak Salat Subuh

Terkini | inews | Jum'at, 6 Desember 2024 - 15:40
share

MALANG, iNews.id - Seorang guru honorer di Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi tersangka penganiayaan usai dilaporkan orang tua siswa. Guru berinisial R (55) warga Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang ini diduga menganiaya DP (14) siswa SMP swasta di Dampit lantaran tidak salat subuh.

Dahri Abdussalam selaku kuasa hukum guru R menceritakan, kronologi peristiwa ini terjadi pada 27 Agustus 2024 saat kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran Agama Islam. Memang sebelum pembelajaran berlangsung biasanya sang guru menanyakan ke murid-muridnya apakah melaksanakan salat subuh atau tidak.

Dari seluruh siswa di kelas tersebut, tiga orang tidak salat subuh, termasuk di antaranya korban DP. Dar sanalah R sang guru sempat menanyakan alasan mengapa tidak salat subuh, termasuk kepada kedua teman lainnya.

"Ketiganya ditanyakan, disuruh maju ke depan, yang maju dua anak, D ini mengajak teman laki-laki namanya F, diajak maju ke depan ditarik, tapi karena salat subuh dia nggak mau ikut. Akhirnya si D langsung misuh-misuh sambil maju ke depan, secara spontan napuk (menampar) nempeleng lah si D ini," ujarnya, Jumat (6/12/2024).terangnya.

Tindakan yang dilakukan R ke DP itu disebut Dahri agar siswa tersebut tidak lagi berkata kotor, kendati kata-kata itu tidak ditujukan ke gurunya, melainkan ke temannya lain yang menolak diajak maju oleh DP. Guru berinisial R itu juga menanyakan kepada DP alasan mengapa tidak salat subuh.

"Ditanyakan kenapa nggak salat subuh, apa karena lihat mberot kesiangan (bangun), nggak salat. (Ditanya ke DP) Orang tua nggak salat, Ibu salat, Bapak nggak salat," ujarnya.

Usai ditanya di depan kelas itulah, DP dan kedua siswa lainnya akhirnya disuruh duduk kembali ke bangkunya masing-masing. Tapi berselang 10 menit kemudian, DP izin keluar kelas dan ternyata ditemukan temannya sedang menangis.

"Waktu keluar disampaikan temannya DP ini menangis, lalu Pak R ini berkata mungkin masih mangkel (kesal), biarin dulu, setelah itu proses pelajaran berlanjut," katanya.

Sehari setelah kejadian itu tepatnya pada Rabu 28 Agustus 2024, DP tidak masuk sekolah. Orang tuanya menghubungi pihak sekolah bahwa anaknya tidak masuk karena ditampar oleh guru berinisial R. Orang tua sempat memprotes juga atas tindakan tersebut.

"Sama guru piket diminta ke sekolah biar dijelaskan. Akhirnya 30 menit datang ke sekolah dipertemukan dengan Pak R, tapi Pak R tidak ada di sekolahan, karena lagi melatih drum band," tuturnya.

Kemudian sore harinya kliennya mendatangi rumah DP yang kebetulan masih satu desa dengannya. Di sana R meminta maaf kepada keluarga korban atas tindakan spontanitas penamparan ke mulut DP.

"Tapi permohonan maaf itu tidak diterima, terus orang tua ini bilang sudah terlanjur minta tolong ke keluarga saya, dan bilang akan datang ke rumah Pak R. Akhirnya DP dengan orang tuanya datang ke rumah Pak R malamnya, terus mereka sepakat damai, nggak bakalan melanjutkan proses hukum itu," katanya.

Namun tiga hari pascakejadian pemukulan, tiba-tiba orang tua DP melaporkan kejadian itu ke Polresta Malang. Polisi yang menyelidiki dan mengambil visum korban.

"Saksi korban siswa dan temannya juga dimintai keterangan. (Alasan jadi tersangka) Bahwasannya sudah memenuhi unsur dan hasil visumnya ada bekas memar, karena memang di mulut sangat sensitif masih ada bekas memarnya," katanya.

Sementara itu KBO Satreskrim Polres Malang Ipda Dicka Ermantara membenarkan memang menerima laporan dari orang tua siswa di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, usai menganiaya siswa berinisial DP oleh gurunya. Kejadian itu berlangsung di saat jam pelajaran di kelas, karena siswa tersebut diduga mengucap kata-kata tidak kotor di hadapan guru.

"Siswanya sempat ditegur karena berbicara tidak pantas, cuma versi siswanya dia berbicara tidak pantas bukan untuk gurunya tapi untuk temannya. Ditegur terus ada penamparan kemudian keluarga korban lapor," kata Dicka Ermantara saat dikonfirmasi terpisah.

Sejauh ini polisi masih melakukan penyidikan dan berupaya melakukan langkah restorative justice atau upaya pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi di antara korban dan tersangka.

"Sebenarnya ada unsur kesalahpahaman, makanya kita berusaha untuk gimana cari jalan tengahnya. Guru ingin memberikan edukasi, harusnya sesuatu yang tidak diucapkan tapi mungkin tindakan yang dilakukan berlebihan," ucapnya.

Topik Menarik