Nah, HTS Kelompok Oposisi Suriah yang Tumbangkan Assad Masih Berstatus Organisasi Teroris
NEW YORK, iNews.id - Dewan Keamanan PBB belum membahas status Hayat Tahrir Al Sham (HTS), kelompok oposisi bersenjata Suriah yang menggulingkan Presiden Bashar Al Assad. HTS masih berstatus sebagai organisasi teroris yang akan mempersulit upaya negosiasi.
Duta Besar China untuk PBB Fu Cong mengatakan, Dewan Keamanan PBB belum membahas rencana pencabutan status HTS dari daftar organisasi teroris. Namun Dewan Keamanan PBB akan memulai konsultasi darurat mengenai situasi di Suriah pada Senin malam waktu New York.
"Itu bukan masalah yang dibahas saat ini," kata Fu, seperti dilaporkan Sputnik, Selasa (10/12/2024).
Hal senada disampaikan Dubes Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia. Status HTS yang masih sebagai organisasi teroris bisa menjadi masalah.
"Tentu saja ini masalah, karena mereka terdaftar dan belum dihapus dari daftar," kata Nebenzia.
Sebelumnya surat kabar The Washington Post, mengutip keterangan seorang sumber pejabat Amerika Serikat (AS), melaporkan pemerintahan Presiden Joe Biden telah menjalin kontak dengan pasukan oposisi Suriah, termasuk HTS. Ini membuka jalan bagi dihapuskannya organisasi itu dari daftar agar bisa menjalin hubungan lebih erat.
HTS menggulingkan Assad pada Minggu (8/12/2024), menghentikan dominasi rezim keluarga yang sudah berkuasa selama 50 tahun lebih itu. Kelompok oposisi bersenjata tersebut bukan satu-satunya yang melakukan perlawanan terhadap pasukan pemerintah Assad, namun yang terbesar.
Kelompok lain yang juga melakukan perlawanan terhadap rezim Assad adalah Liwa Al Haqq, Jabhat Ansar Al Din, dan Jaysh Al Sunna.
HTS dulunya bernama Jabhat Al Nusra, kemudian sempat berganti lagi menjadi Jabhat Fateh Al Sham. Jabhat Al Nusra dibentuk pada 2012, salah satunya oleh ISIS. Bahkan pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi terlibat dalam pembentukannya. Namun setahun kemudian organisasi ini memisahkan diri dari ISIS dan menyatakan kesetiaan kepada Al Qaeda.
Lagi-lagi, organisasi memutuskan hubungan dengan Al Qaeda untuk bergabung dengan faksi-faksi lain hingga berganti nama menjadi HTS pada 2017.
HTS pada dasarnya hanya mengendalikan Provinsi Idlib sekaligus menjadi benteng terakhir yang dikuasai kelompok bersenjata oposisi Suriah setelah pasukan rezim Bashar Al Assad yang dibantu Rusia dan Iran menggelar operasi besar-besaran pada 2017.
HTS dipimpin Abu Mohammed Al Jaulani yang juga akan mencalonkan diri sebagai pemimpin Suriah masa depan pasca-rezim Assad.
Selama bertahun-tahun Al Julani berusaha mengubah persepsi organisasinya, dari yang ditakuti karena kefanatikan ideologi, menjadi organisasi yang bisa diterima oleh warga Suriah.
Meski HTS dianggap sebagai kelompok yang paling efektif dan mematikan dalam melawan Assad, berbagai komunitas internasional memasukkannya dalam daftar organisasi teroris. HTS dilarang oleh PBB, Amerika Serikat, bahkan Turki negara yang disebut-sebut kerap membantu kelompok-kelompok oposisi Suriah.