Hanya di Indonesia, Tragedi Berdarah Penculikan Jenderal Dalam Sejarah Peristiwa G30S-PKI

Hanya di Indonesia, Tragedi Berdarah Penculikan Jenderal Dalam Sejarah Peristiwa G30S-PKI

Terkini | tuban.inews.id | Senin, 30 September 2024 - 07:20
share

JAKARTA, iNewsTuban.id - Indonesia pernah melewati rangkaian peristiwa panjang usai merebut kemerdekaan dari para penjajah. Salah satunya adalah tragedi berdarah Gerakan 30 September 1965 PKI (G30S-PKI).

 

Peristiwa ini merupakan salah satu sejarah kelam yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal ini tentu memiliki sejarah, latar belakang, dan tujuan yang patut diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam tulisan ini akan diulas diantaranya sejarah, latar belakang, tujuan dan kronologi pada peristiwa G30S PKI. 

 

G30S PKI terjadi pada 30 September pada malam hingga dini hari dan masuk ke 1 Oktober 1965. Peristiwa ini didalangi oleh pemimpin terakhir PKI yakni Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit.

 

Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI ini mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sementara itu, beberapa lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya, Jakarta Timur.

 

Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, dan Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono.

 

Ada juga Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir jenderal Donald Isaac Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

 

Pada peristiwa ini Jenderal AH Nasution (Menhankam) menjadi satu-satunya yang berhasil lolos dari usaha penculikan. Namun putrinya yang bernama Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun serta ajudannya yang bernama Lettu Pierre Andreas Tendean meninggal dunia dalam peristiwa tersebut.

 

Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

 

Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

 

1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.

 

2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.

 

3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.

 

4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.

 

5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

 

Tepat tanggal 1 Oktober dini hari, Pasukan Tjakrabirawa di bawah pimpinan letnan kolonel Untung memulai aksinya dengan melakukan aksi penculikan terhadap 7 jendral. Pasukan Tjakrabirawa bergerak dari lapangan udara menuju Jakarta Selatan.

 

7 jenderal tersebut adalah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) M.T. Haryono, serta Mayjen (Anumerta) D.I. Panjaitan yang langsung dibunuh di rumah masing-masing, sementara Letjen (Anumerta) Suprapto, Letjen (Anumerta) S.Parman dan Mayjen (Anumerta) Sutoyo ditangkap hidup-hidup kemudian disiksa dan dibunuh oleh PKI.

 

Satu target PKI yaitu Panglima TNI Jenderal A.H. Nasution, lolos dan mampu melarikan diri ketika segerombolan pasukan Tjakrabirawa mengepung rumahnya, dengan melompat pagar rumah Kedubes Irak yang bersebelahan rumah.

 

Kemudian, jenazah para korban lalu dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah lubang buaya. Pukul 07.00 WIB, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Tjakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil mengambil alih di beberapa lokasi strategis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari posisinya.

 

Operasi penumpasan G30SPKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu sejumlah pasukan kavaleri.

 

Setelah diketahui bahwa basis G30S PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, pasukan langsung menuju ke sana. Tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pukul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI–AD.

 

Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI–AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang sempat menjadi tawanan G30S PKI tetapi berhasil melarikan diri, mereka mendapat keterangan bahwa para perwira TNI AD tersebut dibawa ke Lubang Buaya.

 

Karena daerah tersebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang berdiameter ¾ meter dengan kedalaman kira-kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.

Topik Menarik