Polda Jabar Ungkap Tindak Pidana Bahan Pokok dari Terigu hingga Solar

Polda Jabar Ungkap Tindak Pidana Bahan Pokok dari Terigu hingga Solar

Terkini | bandungraya.inews.id | Rabu, 6 November 2024 - 10:30
share

BANDUNG, inews Bandung Raya.id - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar mengungkap beberapa kasus tindak pidana bahan pokok dan penting (bapokting).

Pengungkapan dilakukan oleh Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jabar yang dipimpin Kasubdit Tipidter AKBP Andry Agustiano dan polres jajaran.

"Ada berbagai pengungkapan, mulai dari mengganti kemasan tepung terigu, penjualan pupuk subsidi, oplos beras bulog, penyalahgunaan gas bersubsidi, dan penjualan solar ke industri," kata Kabidhumas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast didampingi Wadirreskrimsus Polda Jabar AKBP Maruly Pardede, Rabu (6/11/2024) di Polda Jabar. 

Kombes Jules menyatakan, 12 kasus pidana bahan pokok yang diungkap dengan 15 tersangka. Dalam beraksi, para pelaku melakukan berbagai modus operandi. 

Seperti, mengganti karung kemasan tepung terigu murah dengan kemasan merek ternama. Lalu menjual pupuk bersubsidi Urea dan Phonska, dijual secara eceran dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

 

Kemudian pelaku mengoplos beras Bulog dengan beras lokal lalu dikemas dan dijual ke konsumen. Ada juga pelaku yang membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di SPBU menggunakan mobil modifikasi untuk dijual ke industri.

"Modus terakhir mengoplos menyuntikkan isi tabung gas subsidi ke tabung gas 12 kg. Kemudian dijual dengan harga non subsidi," ujar Kombes Jules.

Kabid Humas menuturkan, barang bukti yang diamankan antara lain, terigu 24,450 ton, pupuk bersubsidi 33,666 ton, solar 3.300 liter, Pertalite 60 liter, elpiji 193 tabung, dan beras 870 kilogram. 

Kepada para pelaku, tutur Kabid Humas, Ditreskrimsus Polda Jabar menerapkan berbagai pasal. Antara lain, Pasal 100 ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2016 tentang Merek dengan ancaman pidana 5 Tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.

Pasal 139 UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp10 miliar. Lalu, Pasal 62 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar.

 

"Untuk tindak pidana oplos pupuk, polisi menerapkan Pasal 106, Pasal 107, Pasal 110 UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang," tutur Kabid Humas.

Berdasarkan pasal itu, kata Kombes Jules, pelaku diancam pidana 5 Tahun atau denda Rp50 miliar. Kemudian, polisi juga menjerat pelaku dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf B Jo Pasal 1 Ke 3e UU Darurat No 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntut Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Pelaku diancam pidana 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp50.000.

Pelaku pengoplos pupuk, dijerat Pasal 34 (3) Permendag No 4 Tahun 2023 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; Pasal 2 (3) Permentan No 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian; Pasal 2 (6) huruf b Perpres No 59 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perpres No 71 Tahun 2015 tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang Penting dan Pasal 110 Jo Pasal 36 Undang-undang RI No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pelaku diancam pidana 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Untuk tindak pidana migas, polisi menerapkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Pasal 40 Angka 9 Undang-Undang R.I. Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Pelaku menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang disubsidi pemerintah.

"Berdasarkan peraturan itu, pelaku diancam pidana 6 tahun penjara atau denda Rp60 miliar," ucap Kombes Jules.

Topik Menarik