Transformasi Sejarah dan Nilai Simbolis Monumen Tugu Malang

Transformasi Sejarah dan Nilai Simbolis Monumen Tugu Malang

Gaya Hidup | batu.inews.id | Senin, 30 September 2024 - 11:20
share

MALANG, iNewsBatu.id – Di jantung Kota Malang, Alun-Alun Tugu berdiri megah sebagai salah satu landmark ikonik kota yang sering dijuluki sebagai Kota Apel. Namun, tak banyak yang tahu jika kawasan ini dulunya bernama Alun-alun Bunder, sesuai dengan bentuknya yang melingkar sempurna.

Taman yang kini dipenuhi bunga dan air mancur tersebut, pada awalnya memiliki tampilan yang jauh lebih sederhana.

Sejarah Alun-alun Tugu bermula pada masa penjajahan Belanda. Dikutip dari Media Center Kendedes, cikal bakal taman ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda dan diberi nama JP Coen Plein, sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, yang juga merupakan pendiri Batavia (kini Jakarta).

Pengaruh Kolonial di Sekitar Alun-Alun

Jalan-jalan di sekitar alun-alun pun dinamai sesuai dengan para Gubernur Jenderal yang pernah berkuasa di Hindia Belanda, menandai kuatnya pengaruh kolonial pada masa itu.

Jan Pieterszoon Coen menjabat sebagai Gubernur Jenderal dari 1619 hingga 1623, dan kembali menjabat pada 1627 hingga 1629. Taman ini dibangun sebagai pelengkap halaman gedung Kegubernuran Hindia-Belanda. 

Pada masa itu, taman berbentuk melingkar ini belum dilengkapi dengan tugu, pagar, ataupun air mancur seperti yang bisa kita nikmati sekarang.

 

Alun-Alun Tugu dan Transformasi Kota Malang

Hanya berupa taman terbuka, alun-alun ini menjadi saksi bisu perkembangan Kota Malang, khususnya saat statusnya berubah menjadi Kota Madya pada tahun 1914.

Bahkan, ketika Balai Kota dibangun di sisi selatan pada 1930-an sebagai bagian dari rencana pembangunan kota atau Bouwplan, alun-alun ini tetap menjadi pusat perhatian.

Perubahan Pasca-Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1946, ada inisiatif untuk mendirikan monumen di tengah taman yang kala itu masih dikenal sebagai Alun-alun Bunder.

Peletakan batu pertama pembangunan Monumen Tugu ditandai dengan hadirnya Presiden Soekarno dan A.G. Suroto.

Sayangnya, monumen ini tak sempat selesai sebelum pecahnya Agresi Militer I pada tahun 1947, di mana Belanda menghancurkannya sebagai bentuk kemarahan atas perlawanan gigih dari arek-arek Malang.

Pembangunan Kembali dan Makna Simbolis Monumen Tugu

Tahun 1953, Monumen Tugu dibangun kembali oleh Pemerintah Kota Malang dan diresmikan oleh Presiden Soekarno. Desain monumen tersebut sarat akan makna simbolis.

Puncaknya berbentuk bambu runcing, melambangkan senjata perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah.

Di sekeliling tugu, rantai melambangkan persatuan yang tak bisa diputus. Selain itu, bintang dengan 17 pondasi, 8 tingkat, dan tangga berbentuk 4 dan 5 sudut menyiratkan tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Keindahan Monumen Tugu semakin lengkap dengan kolam yang dipenuhi bunga teratai merah dan putih, simbol keberanian dan kesucian yang menggemakan warna bendera Indonesia.

 

Alun-Alun Tugu Sebagai Destinasi Wisata

Kini, Alun-alun Tugu bukan hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga berubah menjadi destinasi wisata favorit di Kota Malang, dengan pagar kokoh dan deretan pohon trembesi yang menghiasi sekelilingnya.

Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai simbol perjuangan, tetapi juga sebagai oase hijau di tengah kota yang terus berkembang. 

Topik Menarik