Pakar Perkoperasian: Masalah Mendasar Koperasi Indonesia Bukan Digitalisasi
JAKARTA, iNewsBogor.id - Kementerian Koperasi di dalam kabinet Merah Putih yang baru saja dibentuk kini dipisah dengan urusan UKM. Ini artinya ada fokus tugas penting dari kementerian ini terhadap koperasi.
Menyikapi hal itu Pakar Perkoperasian yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto mengungkapkan bahwa selama kepemimpinan Menteri Teten Masduki (baca: Era Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin-red) sebelumnya, ada masalah mendasar yang ditinggalkan.
"Sebut saja misalnya pembentukkan Undang Undang Perkoperasian yang sudah tertinggal dengan jaman serta upaya pembubaran koperasi papan nama dan koperasi abal abal yang mandeg. Masalah ini akhirnya menyebabkan perkembangan koperasi di Indonesia menjadi lamban dan bahkan tertinggal jauh dengan negara tetangga," kata Suroto dalam keterangan tertulis, Senin (28/10/2024).
Suroto yang juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR Federation) lebih lanjut mengatakan, "Dalam ekonomi, perbandingan putaran bisnis koperasi dengan Produk Domestik Bruto (PDB) kita hanya 1,14 rata rata dalam 10 tahun terakhir. Dari prestasi organisasi secara mikro, kita dapat juga dikatakan tertinggal jauh dari negara tetangga. Contoh paling nyata adalah tidak satupun koperasi kita masuk dalam jajaran 300 koperasi dunia yang dirilis oleh International Cooperative Alliance (ICA) tahun 2023," tandasnya.
Suroto pun menyebutkan, negara tetangga sekecil Singapura misalnya, menyumbang 2 koperasi besar dunia. Apalagi jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menyumbang hingga 77 koperasi besar dan kelola sebagian besar ekonomi domestik negara ini dan bahkan hingga layanan publik seperti listrik, rumah sakit.
"Jumlah koperasi kita memang terbanyak di dunia, namun tidak dalam kualitas. Jumlahnya sebanyak 133 ribu lebih namun lebih banyak didominasi oleh koperasi papan nama dan koperasi abal abal. Sehingga seperti fenomena gunung es, masalah penipuan investasi berkedok koperasi selalu muncul dan bukan manfaat yang didapat namun justru kerugian," tegasnya
Suroto kembali menyinggung, Kementerian Koperasi dan UKM selama dalam kepemimpinan Teten Masduki belum mampu selesaikan persoalan mendasar. Koperasi papan nama dan koperasi abal abal dibiarkan berkeliaran. Bahkan kasus penipuan berkedok koperasi muncul merugikan masyarakat hingga triyunan rupiah.
"Tercatat seratus trilyun lebih masyarakat dirugikan dan jadi masalah terbesar koperasi sepanjang sejarah Indonesia," ungkapnya.
Bahkan, tambah Suroto, peran Kementerian ini terlalu banyak kembangkan kebijakan program teknis yang seharusnya dilakukan koperasi sendiri namun banyak dilakukan oleh Kementerian.
"Seperti misalnya digitalisasi koperasi. Bahkan saya melihat ada hal yang mendasar lagi, otonomi dan demokrasi koperasi yang jadi kunci berkembangnya koperasi justru diintervensi terlalu jauh," tambahnya.
Suroto menyatakan bahwa, masalah koperasi Indonesia menyangkut masalah paradigma, regulasi dan kebijakan, bukan masalah teknis bisnis.
"Bisnis dan proses digitalisasi itu keniscayaan dan kebutuhan bisnis hari ini dari semua pelaku bisnis dan pemerintah hanya perlu berikan daya dukung kebijakan secara makro. Pemerintah mustinya berfungsi subsidiaritas bukan justru menjalankan fungsi teknis perkoperasian," tuturnya.
Suroto pun mengutarakan jika antusiasme masyarakat untuk berkoperasi masih tinggi. Tapi terjebak dalam masalah pemahaman koperasi yang salah.
"Selama ini orang mengembangkan koperasi itu dianggap hanya sebatas urusan bisnis, padahal lebih dari itu, koperasi itu dikembangkan masyarakat karena ada cita cita penting untuk ciptakan keadilan ekonomi dengan angkat keunggulan sistem koperasi dibandingkan dengan lembaga bisnis lainya," ujarnya.
Suroto menyebut negara lain koperasinya berkembang menjadi besar karena pemahanan masyarakat tentang koperasinya sudah selesai.
"Mereka paham apa itu perbedaan mendasar koperasi dan organisasi atau bisnis non koperasi. Sehingga arah regulasi dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah juga tepat dalam memberikan dukungan," tegasnya.
Dari segi regulasi dan kebijakan, pemerintah di negara lain yang koperasinya maju sangat jelas fokusnya, secara regulasi yaitu ciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya koperasi dan secara kebijakan promosikan keunggulan sistem koperasi dibandingkan jenis bisnis lainya.
Akhirnya, Suroto menekankan tiga hal penting yang perlu jadi perhatian pemerintah terkait perkoperasian di tanah air.
Momen saat Suroto (tengah) tampil sebagai pembicara di sebuah forum bersama kolega dari luar negeri. (Foto : Istimewa/iNewsBogor.id)
"Berikan rekognisi atas praktik terbaik di lapangan, berikan distingsi dan perlindungan dengan dasar prinsip koperasi. Fungsi kebijakan pemerintah itu juga fokus ke sifat subsidiaritas bukan lakukan hal hal terknis manajerial," tutupnya.