Donald Trump Menang Pilpres AS, Apa Dampaknya bagi Palestina?
TEPI BARAT, iNews.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Palestinian National Initiative Mustafa Barghouti menilai, kemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat 2024 bisa jadi berita baik untuk Palestina.
Menurut Barghouti, banyak tantangan yang harus dihadapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam menghadapi watak keras Trump.
"Secara taktis, Netanyahu mungkin menghadapi presiden yang lebih keras dan mungkin ini akan membuatnya kurang bisa bermanuver," katanya, kepada Al Jazeera, dikutip Rabu (5/11/2024).
"Ketika Trump menyuruhnya untuk menghentikan perang, dia harus menghentikannya. Dia tidak akan bisa mempermainkannya," ujarnya, menegaskan.
Namun di sisi lain, lanjut dia, ada dua risiko strategis besar yang akan dihadapi Palestina. Pertama, orang-orang di sekitar Trump sudah menyiapkan rencana buruk untuk Palestina, terutama soal pencaplokan wilayah pendudukan lebih lanjut.
Pencaplokan tanah Palestina yang diduduki berarti akan terus menghambat perjanjian damai yang sudah terkatung-katung selama puluhan tahun. Padahal, perjanjian damai menjadi kebutuhan yang semakin mendesak di tengah meruncingnya konflik.
"Ada banyak tekanan dari kubu Trump untuk mendukung rencana mengerikan Netanyahu guna mencaplok Tepi Barat atau sebagian besar Tepi Barat, yang berarti penghancuran total terhadap kemungkinan perdamaian atau apa yang disebut solusi dua negara," ujarnya.
Risiko kedua, lanjut dia, adalah membiarkan pembersihan etnis di Jalur Gaza, berlanjutnya genosida di kantong tersebut, serta perang di Lebanon.
“Ada banyak, banyak orang garis keras di kubu Trump yang sepenuhnya mendukung pemerintahan fasis dan partai-partai fasis di Israel,” ujar Barghouti.
Dia menegaskan, siapa pun yang duduk di Gedung Putih, rakyat Palestina tidak akan menghentikan perjuangan untuk meraih kemerdekaan.
Presiden Mahmoud Abbas Ucapkan Selamat kepada Trump
Sementara itu Presiden Palestina Mahmoud Abbas memberi selamat kepada Trump atas kemenangannya dalam pilpres AS.
Abbas mengatakan ingin bekerja sama dengan Trump untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan di kawasan. Dia juga menegaskan komitmen Palestina untuk mengupayakan kemerdekaan, penentuan nasib sendiri, serta status negara sesuai dengan hukum internasional.
Ucapan selama Abbas terhadap Trump ini cukup mengejutkan. Abbas pernah menumpahkan kekesalannya kepada Trump setelah AS pada Desember 2017 secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Kemudian pada Mei 2018, AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Setelah itu Abbas menolak AS sebagai mediator dalam setiap perjanjian damai dengan Israel karena keberpihakannya terhadap negara Yahudi itu.
Selain itu Pemerintah Otoritas Palestina juga menolak kunjungan Wakil Presiden AS saat itu Mike Pence.