Kisah Wahyudi, Guru Berprestasi dan Pejuang Literasi yang Sangat Inspiratif

Kisah Wahyudi, Guru Berprestasi dan Pejuang Literasi yang Sangat Inspiratif

Berita Utama | inews | Sabtu, 23 November 2024 - 08:30
share

JAKARTA, iNews.id - Keberhasilan seorang siswa tentunya tak lepas dari peran guru. Tidak hanya mengajar, guru juga memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk memberi motivasi, menumbuhkan karakter, hingga menjadi teladan bagi para siswa. 

Salah satu sosok guru dedikatif, inovatif, dan inspiratif adalah Wahyudi. Sebagai pegiat literasi, penulis, edukator, dan pelatih guru muda, pria asal Pontianak ini mencurahkan minatnya dalam pendidikan melalui dedikasi serta kontribusinya di ranah literasi.

Kecintaannya terhadap literasi telah membuahkan banyak karya, seperti “Menggenggam Merpati” Kumpulan Cerpen 2017, “Sepucuk Pesan Rindu” Kumpulan Puisi 2019, 18 Antologi Puisi, Cerpen, serta Cerita Fiksi Bersama para Siswa SMP dan SMA Pelita Cemerlang 2018-2021. 

Tidak hanya itu, Wahyudi juga menerbitkan Buku Mata Pelajaran PKN Kelas 1 dan 6 “Ibu Pertiwi: Membangun Karakter Bangsa Melalui Pancasila” oleh Mentari Books Indonesia 2022, hingga karyanya yang terinspirasi dari kisah muridnya berhasil mendapat juara 2 dalam Lomba Cerita Guru Inspiratif tingkat nasional pada 2022. 

Bagi Wahyudi, literasi adalah jembatan kehidupan. Tidak hanya membaca dan menulis, literasi memiliki makna yang sangat dalam. Bahkan, seluruh aspek kehidupan dibangun dari literasi.

“Seluruh kehidupan kita itu dibangun karena ke-literasian, mengelola informasi, bernalar kritis, mampu memanajemen informasi sehingga mampu mencipta,” kata Wahyudi kepada iNews Media Group, Selasa (19/11/2024). 

Dia melanjutkan, level tertinggi dari manusia adalah mengkreasikan dan menciptakan sesuatu dari seluruh kumpulan informasi yang didapatkan berdasarkan pengalaman yang dimiliki.

Terdapat 6 literasi dasar, yaitu baca-tulis, numerasi, sains, finansial, digital, dan aspek kewarganegaraan. Dari keenam literasi dasar tersebut, literasi yang paling dasar untuk dibangun adalah membaca dan menulis. 

Jika dilihat dari data Programme for International Student Assessment (PISA), pada 2019 Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. PISA adalah sebuah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. 

Sementara itu, berdasarkan data asesmen nasional pada 2021, satu dari dua murid di Tanah Air belum mencapai kompetensi literasi membaca dan menulis. Artinya, 50 persen murid Indonesia tidak mampu menyerap informasi walaupun hanya secara singkat dan sederhana. 

Pria yang dikenal sebagai Wahyudi Aksara, seorang content creator edukasi dengan puluhan ribu followers di sosial media ini menuturkan bahwa Indonesia sudah hebat untuk menuntaskan buta aksara, namun masih belum menanamkan nilai membaca. 

“Untuk mampu menulis, siswa harus gemar membaca terlebih dahulu,” ucapnya.

“Nah, dari membaca, perbendaharaan kosakata mereka (siswa) banyak. Ide-ide dan inspirasi itu akhirnya tumbuh dari sana. Bukan murid kita itu tidak kreatif, mereka hanya kurang bahan bakar, bahan bakarnya adalah bacaan,” tutur Wahyudi. 

Dari deret diksi, untuk proses menginterpretasi dibutuhkan pemahaman yang sangat mendalam untuk berpikir kritis. Ketika para siswa ingin membuat sesuatu, mereka harus membaca berbagai literatur yang ada untuk memahami, membandingkan, menganalisis, mengimplementasikan, hingga akhirnya dapat mengkreasikan dan mencipta. 

Level kognitif yang dibutuhkan memiliki banyak layer. Jika dilihat dari Taksonomi Bloom dari C1 sampai C6, yakni mengingat, menyebutkan, mengimplementasikan, menganalisis, mengkreasikan, dan akhirnya mencipta, soal-soal kognitif di sekolah Indonesia masih sangat kurang. 

Melihat kurangnya literasi di Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan membuat Founder WAH Menulis dan teacher trainer Mentari Group ini ingin menggugah siswanya bahwa dirinya mampu menciptakan personal branding yang dapat hidup karena deret aksara. 

Dari belajar aksara memungkinkan kita mengubah cara memandang dan menggunakan aksara. Dari sekadar simbol tertulis, aksara menjelma menjadi berbagai format digital yang dinamis bahkan meningkatkan kemampuan public speaking. Pada akhirnya belajar aksara mampu membantu kehidupan sehari-hari kita. 

Makna Penghargaan bagi Wahyudi

Kecintaannya terhadap literasi membuat Wahyudi sangat produktif untuk berkarya dan membagikan ilmunya. Tidak main-main, sederet penghargaan berhasil dia dapatkan. Mulai jadi pemenang “Duta HIV & AIDS” Kalimantan Barat 2015, Duta Baca Inteligensia Kalimantan Barat 2016, serta Juara 3 “Duta GenRe” Jalur Masyarakat Kalimantan Barat.

Kemudian, menjadi pemenang harapan 1 lomba “Pembawa Acara” Kalimantan Barat 2018, Fasilitator Literasi Baca-Tulis Regional Kalimantan 2018, “Guru Inspirator” SMP dan SMA Pelita Cemerlang 2019, Pemuda Pelopor Kabupaten Kubu Raya Bidang Pendidikan 2020, hingga Juara 2 Lomba Menulis “Cerita Guru Inspiratif” Tingkat Nasional 2022. 

Meski sederet pengharhargaan berhasil Wahyudi raih, namun dia mengaku itu hanyalah bonus dan sebagai tanggung jawabnya pada orang tua yang telah membesarkannya, bukan sebagai tolok ukur keberhasilan. 

Hingga saat ini, Wahyudi masih sangat senang untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya. 

"Saya belajar untuk terus berkembang dan mencari kelemahan dalam diri saya. Satu tujuan yang ingin saya capai adalah memahami batas sejati dari kecerdasan. Saya percaya, kecerdasan mungkin memiliki batas tertentu, tetapi kebodohan, jika dibiarkan, bisa berkembang tanpa batas,” ujarnya. 

Dia mengatakan, untuk mengaktualisasi diri tentu dibutuhkan motivasi yang kuat. Wahyudi yang sedang mengenyam Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan 2024 ini menceritakan latar belakang kehidupannya. 

Ayahnya seorang tukang ojek konvensional, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga yang bekerja kecil-kecilan. Kondisi ini yang menjadi motivasi Wahyudi untuk membuktikan jika pemuda daerah seperti dirinya mampu setara dengan orang-orang di luar daerahnya.

“Saya ingin ada satu sosok yang muncul dari Kalimantan dan hal itu sudah saya buktikan ketika saya mendapatkan proyek menulis buku, yaitu buku Ibu Pertiwi, buku Pendidikan Karakter Pancasila. Dari ratusan penulis hanya dipilih 8 penulis, 7 orangnya dari Jawa, 1 orang anak Kalimantan, dan saya yang paling muda juga,” tuturnya. 

Wahyudi adalah salah satu sosok guru dedikatif, inovatif, dan inspiratif di Tanah Air. Sebagai bentuk apresiasi terhadap peran serta kontribusi luar biasa dari guru untuk masa depan generasi muda, setiap 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. 

Mengangkat tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”, Hari Guru Nasional 2024 menjadi salah satu momentum untuk mengapresiasi guru-guru hebat, seperti Wahyudi yang telah memberikan pendidikan, inspirasi, dan motivasi untuk siswanya dengan sepenuh hati.

Topik Menarik