AS Buat Kontak Pertama dengan Oposisi Suriah, Desak Pemerintahan Inklusif

AS Buat Kontak Pertama dengan Oposisi Suriah, Desak Pemerintahan Inklusif

Global | sindonews | Rabu, 11 Desember 2024 - 10:02
share

Dalam komunikasi pertamanya dengan para pemimpin oposisi Suriah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) sejak penggulingan mantan Presiden Bashar al-Assad, Amerika Serikat (AS) mendesak kelompok tersebut membentuk pemerintahan transisi yang inklusif.

Kantor berita Reuters melaporkan hal itu mengutip dua pejabat AS dan seorang ajudan kongres yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut.

HTS merupakan kelompok yang sebelumnya bersekutu dengan al-Qaeda dan ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS.

AS melakukan kontak dengan HTS melalui koordinasi dengan sekutu Timur Tengah Washington, termasuk Turki.

“Washington mengomunikasikan mereka percaya pemerintahan transisi harus mewakili keinginan rakyat Suriah dan tidak akan mendukung HTS mengambil alih kendali tanpa proses seleksi formal untuk pemimpin baru,” ungkap para pejabat.

Sumber anonim tersebut menolak mengatakan apakah pesan tersebut dikirim secara langsung atau melalui perantara.

Gedung Putih juga berhubungan dengan tim Presiden terpilih Donald Trump yang akan datang tentang situasi di Suriah, salah satu pejabat menambahkan.

Sementara itu, Perdana Menteri Suriah yang baru Mohammed al-Bashir mengatakan telah terjadi pertemuan antara unsur-unsur rezim lama, para perwira, dan para pendatang baru.

Namun, masih ada beberapa kekhawatiran. “Ketika kita berbicara tentang oposisi, kita tidak berbicara tentang satu entitas. Itu adalah koalisi dari berbagai faksi, tetapi yang paling dominan secara militer adalah Hayat Tahrir al-Sham, atau HTS,” papar laporan jurnalis Al Jazeera.

Namun dengan menunjuk al-Bashir, sekutu dekat Ahmed al-Sharaa, yang lebih dikenal sebagai Abu Mohammed al-Julani, HTS juga menjadi kekuatan politik yang paling menonjol.

Dan sekarang, pertanyaannya adalah apakah Suriah yang baru akan menjadi negara yang demokratis, apakah akan cukup inklusif, apakah berbagai faksi oposisi dan berbagai segmen masyarakat akan terwakili secara adil atau tidak, dan apakah warga Suriah dari berbagai bagian negara akan memiliki tempat duduk di meja baru ini atau tidak.

Dan tentu saja, yang lebih penting, apakah koalisi oposisi ini akan mampu menjaga koherensi dan tidak membiarkan pertikaian internal meletus menjadi kekerasan. Semua pertanyaan ini masih harus dijawab.

Topik Menarik