Anak Gus Dur Gugat Pemberian Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan

Anak Gus Dur Gugat Pemberian Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan

Berita Utama | inews | Selasa, 1 Oktober 2024 - 18:04
share

JAKARTA, iNews.id – Inayah Wahid, putri Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang memberikan prioritas izin tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Dia mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) berserta 17 koalisi masyarakat sipil. 

Gugatan ini dilayangkan melalui judicial review (JR) kepada MA, Selasa (1/10/2024).

Wahyu Agung Perdana dari Tim Advokasi Tolak Tambang menilai PP 25/2024 tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga membuka peluang bagi transaksi dan suap politik. 

Dia menegaskan pemberian izin tambang tanpa melalui proses lelang melanggar Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

“Inisiatif ini penting bagi ormas keagamaan agar mereka tetap fokus pada pembinaan dan pelayanan umat. Bukan masuk ke sektor tambang,” ujar Wahyu.

Selain aspek hukum, Wahyu juga menekankan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan agenda transisi energi yang diusung pemerintah. 

"Harusnya pemerintah fokus pada pemulihan lingkungan, bukan membagi-bagi izin tambang kepada ormas keagamaan," katanya.

Sebanyak 18 pemohon, terdiri dari lembaga dan individu, ikut serta dalam gugatan ini. Beberapa di antaranya adalah Lembaga Naladwipa Institute, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), serta tokoh masyarakat dan akademisi.

Sementara itu, Ketua Solidaritas Perempuan Nasional Armayanti Sanusi juga menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan ini. Menurutnya, PP 25/2024 merupakan manifestasi dari kebijakan politik patriarki.

"Berdasarkan catatan kami, dampak aktivitas tambang di Morowali, Aceh, hingga tambang batu andesit di Wadas sangat negatif bagi perempuan," tutur Armayanti.

Ia menambahkan perempuan sering menjadi korban utama dari eksploitasi tambang, dengan dampak serius terhadap kesehatan reproduksi dan ketersediaan air bersih. Di Morowali, misalnya, limbah tambang telah menyebabkan 80 persen perempuan dan anak-anak mengidap penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Kebijakan ini jelas tidak mempertimbangkan keadilan gender dan HAM. Di Aceh, krisis air yang disebabkan oleh aktivitas tambang telah mengancam kehidupan masyarakat, khususnya perempuan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan alasan membuat regulasi agar ormas keagamaan dapat mengelola tambang. Dia bercerita sering mendapat aduan saat mengunjungi pondok pesantren (ponpes) dan masjid.

"Banyak yang komplain kepada saya, 'Pak kenapa tambang-tambang itu hanya diberikan kepada yang gede-gede, perusahaan-perusahaan besar. Kami pun kalau diberikan konsesi itu juga sanggup kok'. Waktu saya datang ke pondok pesantren berdialog di masjid," kata Jokowi di Batang, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2024).

Karena aduan itulah, dirinya membuat aturan agar ormas keagamaan dapat mengelola tambang.

"Itulah yang mendorong kita membuat regulasi agar ormas itu, ormas keagamaan itu diberikan peluang untuk juga bisa mengelola tambang. Tapi bukan ormasnya, badan usaha yang ada di ormas itu baik koperasi maupun PT dan CV dan lain-lain," kata Jokowi.

Topik Menarik