2 Santriwati di Cihara Mengaku Dicabuli Pengasuh Ponpes, Lapor Polda Banten Minta Keadilan

2 Santriwati di Cihara Mengaku Dicabuli Pengasuh Ponpes, Lapor Polda Banten Minta Keadilan

Terkini | inews | Rabu, 30 Oktober 2024 - 10:36
share

LEBAK, iNews.id - Nasib memilukan dialami dua mantan santriwati pondok pesantren (ponpes) di Desa Lebakpendeuy, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten. Mereka menjadi korban dugaan pencabulan dan pelecehan seksual yang dilakukan seorang pengasuh ponpes.

Kejadian ini sudah pernah dilaporkan ke polisi pada Juli 2024 namun sampai sekarang tak ada kejelasan. Korban didampingi keluarganya lalu mendatangi Unit PPA Polda Banten untuk meminta kejelasan penanganan kasusnya, Senin (28/10/2024). 

"Kami ingin menanyakan perkembangan penanganan kasus ini setelah bulan Juli 2024 lalu membuat laporan pengaduan ke Polda Banten. Keluarga ingin memastikan progres penyelidikannya," ujar Marsa, juru bicara keluarga korban, Selasa (29/10/2024).

Dia menjelaskan, kedua korban yang melapor ini masih satu keluarga.

"Kedua masih sepupu, sama-sama pernah mondok di sana tapi beda waktu. Untuk diduga pelaku sendiri ya masih orang yang sama," kata Marsa. 

Salah satu korban sebut saja Mawar berusia 21 tahun berdomisili di Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Sementara satu korban lainnya Bunga (nama samaran) usia 23 tahun warga Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak. 

"Mawar mengaku disetubuhi sebanyak 6 kali oleh pelaku T selama kurun waktu Mei 2020 sampai Agustus 2020 saat berusia 16 tahun. Saat itu da masih mondok di sana. Hingga pada Agustus Kiai T menikahkan korban dengan mantan santri secara mendadak," ujar Marsa.

Keluarga Mawar sempat kaget dengan adanya pernikahan mendadak tersebut. Namun tak kuasa menolak ketika diyakinkan rencana pernikahan tersebut hasil salat istikharah sang kiai dan harus dilaksanakan.

Berbeda perlakuan dengan korban lainnya, Bunga mengaku mendapat pelecehan seksual seperti dipeluk dari belakang, dipegang tangannya dan di Kiai T duduk di atas pangkuannya.

"Bunga mendapat pelecehan seksual saja tidak disetubuhi. Bunga mengaku pada tahun 2023 lalu, sampai akhirnya keluarga memutuskan untuk memulangkannya dari pondok. Ketika sudah di rumah pun Kiai T masih sering menghubungi korban bilang kalau dia suka ke Bunga," ucapnya.

Atas pengakuan Bunga pada tahun 2023 inilah, Mawar yang memendam kegelisahan selama bertahun-tahun akhirnya bercerita kepada sang suami Y Januari tahun 2024. Dia mengaku telah disetubuhi Kiai T sebelum menikah dengan Y. 

"Saya merasa bersalah menyembunyikan ini semua. Akhirnya saya cerita Januari 2024. Suami marah lantas menelepon Kiai T. Saya tidak tahu kalau waktu itu suami minta uang ke Kiai T," ucap Mawar.

"Setelah itu Kiai T mengirimkan uang sebanyak Rp25 juta lalu suami baru cerita uang itu akan digunakan untuk tes DNA. Lantas kami berdua mencari rumah sakit di Tangerang tapi lebih dari 5 rumah sakit biayanya mahal uangnya tidak cukup," ujar Mawar.

Pada Juli 2024, Mawar memberanikan untuk terbuka kepada ayahnya. Dia menceritakan semuanya dan keluarga langsung syok tak menyangka kejadian yang dialami Bunga juga menimpa Mawar. Bahkan ada tindakan persetubuhan sebanyak 6 kali. 

Setelah mendengar pengakuan Mawar, keluarga sempat memanggil Kiai T ke kediaman salah satu korban di Kecamatan Wanasalam. Di hadapan keluarga korban dan pelaku, Kiai T yang sempat mengelak namun akhirnya mengakui perbuatannya. 

"Waktu itu yang hadir perwakilan keluarga baik dari pelaku dan korban. Pelaku mengaku di hadapan kami telah melakukan, hanya sayangnya tidak kami rekam. Tapi banyak kok saksinya," kata ayah Mawar. 

Keluarga akhirnya melaporkan dugaan pelecehan seksual dan pencabulan tersebut ke Polda Banten. Menurut keluarga, mereka didampingi oleh LBH salah satu Organisasi Masyarakat (Ormas) dan UPTD PPA Kabupaten Pandeglang. 

Namun, ketika dikonfirmasi kepada penyidik didapati informasi bahwa proses pelaporan di Juli lalu baru Lapdu (Laporan Pengaduan) bukan ke Unit PPA.

"Baru Lapdu info yang kami terima, makanya kami datang ke Polda hari ini untuk memastikan lagi," ujar Marsa.

Sementara pihak UPTD PPA Provinsi Banten Nurhayati yang ikut mendampingi korban ke Polda Banten menjelaskan, proses kasus ini telah ditangani unit PPA Polda Banten dan UPDT PPA Banten akan terus mendampingi korban.

"Karena korban berasal dari 2 wilayah berbeda yakni Lebak dan Pandeglang maka dari provinsi yang mendampingi. Untuk visum telah dilakukan, psikologi forensik juga sudah, kita terus mengawal dan mendampingi korban dalam proses hukum ini," kata Nurhayati.

Wartawan berusaha mengonfirmasi perkembangan penyelidikan kasus ini kepada Subdit IV Renakta Direktorat Reskrimum Polda Banten Bripka Tato Novianto Pamungkas, namun hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan belum merespons pesan yang disampaikan.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima korban dari penyidik PPA Polda Banten, dijelaskan polisi telah memanggil beberapa saksi dan terlapor yakni Kiai T. 

Rencananya, akan ada pemeriksaan lanjutan terhadap korban Mawar serta saksi-saksi lain untuk dimintai keterangan sebagai bahan penyelidikan lebih lanjut berdasar Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Sp. Lidik/235.a/X/RES.1.24./2024/Ditreskrimum.

Keterangan tersebut redaksi dapatkan dari yang tertuang dalam SP2HP nomor B.18/889/X/RES.1.24./2024/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Banten Kompol Herlia Hartarani pada tanggal 22 Oktober 2024. 

Keluarga korban hingga saat ini berharap keadilan atas perbuatan yang dilakukan pelaku. Berbagai upaya mediasi pun masih terus berusaha dilakukan lewat perwakilan kerabat pelaku, bahkan mengiming-imingi sejumlah nominal (uang).

"Beberapa Minggu lalu kami ketemu salah satu kerabatnya, mantan Lurah setempat. Beliau mengatakan jangan sampai ini melebar dan kami ditanya berapa nominal yang diminta, tapi keluarga tegas berapa pun akan menolak bahkan Rp1 miliar pun," ucap ayah Mawar.

Topik Menarik