Alexander Marwata Gugat UU KPK, Pasal Ini Dianggap Jadi Alat Kriminalisasi
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengajukan gugatan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alexander Marwata menyoroti pasal yang melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berpekara.
Alex mengajukan gugatan tersebut bersama Lies Kartika Sari selaku Auditor Muda KPK dan Maria Fransiska selaku Pelaksana Pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK. Para pemohon itu kemudian memberikan kuasanya kepada GSA Law Office.
"Para Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materil terhadap norma Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tulis permohonan yang diajukan para pemohon yang dilihat Kamis (7/11/2024).
Pasal 36 huruf (a) berbunyi:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
Perkembangan Islam di Lebanon
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun
Adapun, gugatan tersebut menggunakan batu uji Pasal 28 D Ayat (1) dan 28 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Isi Pasal 28 D ayat (1):
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Isi 28 Ayat (2):
Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Alex menyebutkan, terdapat kerugian dirinya lantaran Pasal 36 huruf (a) rumusan tidak jelas dan tidak berkepastian, telah menyebabkan peristiwa bertemunya pemohon dengan seseorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, pertemuan mana dilakukan sebagai pemenuhan tugas dan kewenangan pemohon 1 sebagaimana seharusnya Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya.
Pertemuan yang dimaksud Alex adalah dengan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto. Atas pertemuan itu, saat ini Alex menghadapi proses hukum di Polda Metro Jaya.
"Dengan demikian sangat jelas para Pemohon yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK maupun pegawai KPK lainnya terugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sesuai Perintah undang-undang sebagai Pimpinan KPK yang bebas dari rasa cemas dan was-was jika suatu saat karena kepatuhan dan ketaatan menjalankan tugas tanggung jawab yang berinteraksi/berhubungan dengan Masyarakat dapat saja dipidana," katanya.
Pasal Kriminalisasi
Alex mengatakan pasal tersebut bisa menjadi alat kriminalisasi pimpinan atau pegawai KPK. Pasal itu tidak jelas dan menimbulkan multitafsir.
"Apa urgensinya? Pasal itu bagi kami (pimpinan dan pegawai) bisa dijadikan alat untuk mengriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK," kata Alex kepada wartawan.
Adapun frasa yang dimaksud 'dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara dengan alasan apa pun'.
"Tapi pihak lain itu siapa? Batasan perkara itu ditahap apa? Dengan alasan apa pun itu apa maknanya? Kalau tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun akan semau-maunya penegak hukum," katanya.