Mata Juling Rentan Alami Tekanan Mental, Begini Kata Dokter

Mata Juling Rentan Alami Tekanan Mental, Begini Kata Dokter

Gaya Hidup | inews | Minggu, 17 November 2024 - 16:20
share

JAKARTA, iNews.id - Penyandang strabismus atau dikenal dengan istilah mata juling di dunia diperkirakan mencapai 1,93 persen. Artinya, sebanyak 148 juta orang di seluruh dunia menyandang mata juling. 

Mata juling terjadi karena terganggu atau lemahnya kontrol otak terhadap otot mata, sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness). Penyandang mata juling umumnya mengeluhkan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan dalam proses belajar atau bekerja. 

Bukan hanya mengganggu fungsi penglihatan, strabismus bisa memberi imbas yang lebih besar. Penyandangnya rentan mengalami tekanan mental sehingga kualitas hidup mereka turut terdampak.  

“Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang berbeda lantaran posisi bola mata yang tidak sejajar. Akibat stigma yang keliru tersebut, penyandang mata juling sangat riskan mendapatkan tekanan sosial, dari prasangka, kesalahpahaman, sampai perlakuan negatif," ujar dr Gusti G Suardana, dokter subspesialis konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals and Clinics, sekaligus Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, dalam keterangan pers dilansir Minggu (18/11/2024).

"Efek mata juling tidak berhenti pada terganggunya penglihatan. Kualitas hidup mereka pun menurun sebab kepercayaan diri yang terusik dan interaksi sosial terbatas,” katanya.

Dokter Gusti G Suardana menjelaskan khusus pada anak, strabismus berisiko memengaruhi perkembangan fungsi penglihatan. Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, anak penyandang mata juling bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas, yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi (binokular). 

Sebuah temuan menyebut penyandang strabismus berpotensi terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Lebih jauh, penyandang strabismus berpotensi mengalami gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan, seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.

“Setiap individu berhak memiliki penglihatan optimal dan hidup yang berkualitas. Tak terkecuali para penyandang mata juling. Hidup mereka secara psikososial tak berhenti lantaran menyandang strabismus. Mereka harus kita dorong agar bangkit, salah satunya melalui operasi mata juling. Inilah yang mengukuhkan kami untuk melanjutkan Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC. Harapan kami, semoga masyarakat luas semakin teredukasi bahwa mata juling bisa ditangani dan dikoreksi,” ujar Dr Gusti G Suardana

Pada tahun ketiga, Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC dipusatkan di RS Mata JEC Kedoya, dengan pelaksanaan tindakan bedah strabismus menyasar 30 penerima manfaat. Operasi digelar sepanjang November hingga Desember 2024. Sementara, proses skrining telah berlangsung selama Agustus hingga Oktober lalu dengan jumlah peminat hampir mencapai 100 orang dari berbagai penjuru Indonesia, termasuk Aceh dan Papua. 

"Pelaksanaan tindakan operasi penanganan mata juling memerlukan persiapan secara ekstensif melibatkan para ahli medis yang mumpuni. Di samping tim spesialis mata strabismus (untuk proses bedah mata), tindakan operasi juga melibatkan tim dokter anestesi JEC bersama tim perawat yang kompeten," kata Dr Paramastri Arintawati, SpM, dokter subspesialis konsultan mata anak dan strabismus sekaligus ketua panitia Bakti Sosial Mata Juling 2024.

Topik Menarik