Pencurian Mobil Operasional Yayasan Milik Ceu Popong di Bandung Terekam CCTV, Pelaku 2 Orang

Pencurian Mobil Operasional Yayasan Milik Ceu Popong di Bandung Terekam CCTV, Pelaku 2 Orang

Terkini | inews | Rabu, 22 Januari 2025 - 20:19
share

JAKARTA, iNews.id - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memberikan catatan penting terkait kondisi ekonomi Indonesia dalam 100 hari pemerintahan Prabowo. Ia mengatakan pemerintahan Prabowo dimulai dengan keadaan yang sangat sulit.

Hal itu dilihat dari kondisi utang yang melambung tinggi. Namun, kata Wijayanto, Prabowo hanya memiliki satu pilihan, yakni membawa kesejahteraan bagi Indonesia.

"Secara keseluruhan Prabowo memimpin Indonesia di era yang kritikal, era ‘make or break’ bagi Indonesia. Sukses bukanlah sebuah opsi tetapi merupakan keharusan," kata dia dalam Diskusi Publik 'Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Ekonomi' secara virtual, Rabu (22/1/2025).

"2025 dan 2026 adalah titik kritis secara fiskal, titik temu antara penerima yang menurun, spending yang melejit, utang Rp1.600 triliun yang jatuh tempo dan dinamika global," tutur dia.

Untuk itu, ia menjelaskan eks Menteri Pertahanan ini harus melakukan efisiensi dan perbaikan manajemen dalam struktur pemerintahannya. Serta, menguatkan penerimaan negara agar bisa keluar dari kondisi yang sulit. 

"Upaya penguatan penerimaan, efisiensi pengeluaran dan perbaikan manajemen utang sangat krusial agar bisa keluar dari ‘masa sulit 2025 2026’," ucapnya.

"Kondisi fiskal yang berat dan tingkat Kondisi fiskal yang berat dan tingkat kepercayaan investor yang rendah merupakan tantangan utama pada sektor moneter. Reversal dari investasi portofolio merupakan tantangan terbesar. Perbaikan kepastian regulasi, manajemen utang, kebijakan terkait DHE dan SDA dalam mencari sumber pendanaan fiskal yang sustainable merupakan langkah prioritas," ujar Wijayanto.

Sementara itu, dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ia mengaku belum bisa menilai kinerja pemerintahan. Sebab, ia baru melihat beberapa kecenderungan perbedaan respons narasi kementerian, menteri hingga pemerintahan pusat dengan daerah sehingga mengindikasikan kurangnya kesolidan.

"Pak Prabowo mendengarkan dari berbagai pihak, dalam halnya PPN 12 persen yang dibatalkan dan diperuntukan untuk barang mewah, tetapi insentif masih terus berjalan. Sehingga pengeluaran terus berjalan bahkan bertambah," kata Wijananto.

Topik Menarik