Sebelum Jadi Tersangka, Hakim Djuyamto Titip Tas Isi Uang ke Satpam Pengadilan
JAKARTA, iNews.id - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto menjadi salah satu tersangka kasus dugaan suap vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO). Dia diduga menerima uang suap supaya memvonis lepas terdakwa kasus ekspor CPO saat menjadi hakim PN Jakarta Pusat.
Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Djuyamto sempat menitipkan tas berisi uang dolar dan handphone ke satpam PN Jaksel. Kini, tas beserta isinya tersebut diserahkan lagi ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Benar, baru kemarin siang diserahkan oleh satpam (tas) yang ditutupi, (ada) dua handphone dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tak salah," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis (17/4/2025).
Kini, tas beserta isinya tersebut telah disita oleh penyidik guna ditelusuri lebih lanjut.
Harli belum bisa berbicara banyak tentang tas dan isinya tersebut. Khususnya tentang asal-usul dan keterkaitannya dengan kasus dugaan suap yang menjerat Djuyamto.
Respons Waketum PSSI soal Timur Kapadze Segera Latih Timnas Indonesia Gantikan Patrick Kluivert
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat hakim tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO. Keempatnya adalah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom, hakim PN Jakarta Selatan Djuyamto dan Muhammad Arif Nuryanta hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Arif Nuryanta diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar untuk mengatur putusan perkara fasilitas CPO kepada tiga korporasi yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group.
Suap ini dilakukan agar majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan putusan sesuai yang diinginkan Marcella Santoso dan Aryanto, advokat korporasi yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui, Arif Nuryanta pernah menjabat Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penanganan perkara ini terjadi di pengadilan tersebut.
Arif diduga memberikan suap kepada tiga hakim PN Jakpus saat itu. Pemberian uang tersebut dilakukan dua kali. Pertama, diberikan di ruangan Arif sebesar Rp4,5 miliar. Kedua, dilakukan pada September-Oktober 2024 sebesar Rp18 miliar.










