Eks Direktur PGN Danny Praditya Bacakan Pleidoi: Saya Tak Pernah Menerima Aliran Dana Apa pun

Eks Direktur PGN Danny Praditya Bacakan Pleidoi: Saya Tak Pernah Menerima Aliran Dana Apa pun

Terkini | inews | Rabu, 31 Desember 2025 - 10:33
share

JAKARTA, iNews.id - Mantan Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN dan eks Direktur Utama PT Inalum, Danny Praditya membacakan pledoi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Senin (29/12/2025). Nota pembelaan yang dia bacakan berjudul “Jalan Terjal Insan BUMN”.

Dalam nota pembelaan, Danny dengan tegas menyatakan tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dia juga menegaskan tidak menerima aliran dana apa pun dari transaksi yang dipersoalkan. 

“Saya tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Saya tidak pernah menerima aliran dana apa pun dari transaksi yang dipersoalkan. Dan keputusan yang kami ambil adalah keputusan bisnis, bukan kejahatan,” kata Danny saat membacakan pleidoi.

Sejak kalimat pembuka, Danny menyampaikan rasa hormat kepada majelis hakim, jaksa, dan penasehat hukum. Namun, dia mengaku rasa keadilannya tercabik-cabik setelah membaca tuntutan jaksa yang menuntutnya 7 tahun 6 bulan penjara. 

Dia menilai, banyak kutipan fakta persidangan yang dipotong, konteks dihilangkan, serta kesimpulan yang tidak sesuai dengan berita acara maupun dokumen keuangan PGN.

Dalam bagian 'Jejak Langkah', Danny memotret perjalanan hidupnya sejak kecil. Dia menceritakan dibesarkan di panti tunanetra oleh kakek seorang pejuang ’45 yang kehilangan penglihatan terkena granat. Dari situ dia memegang falsafah 'Urip iku urup' – hidup harus memberi terang dan manfaat bagi orang lain. 

Latar belakang itu, disertai kesempatan belajar di Jerman, menjadi alasan dirinya memilih pulang untuk membangun negeri dan berkarier di sektor energi nasional.

Di dunia profesional, Danny memaparkan rekam jejaknya memimpin inovasi distribusi gas CNG, dengan menjabat Direktur Utama PT Gagas Energi Indonesia, kemudian Direktur Komersial PGN yang mengawal digitalisasi layanan dan sinergi pasokan hingga pengaliran harian PGN menembus lebih dari 1.000 MMSCFD dengan pendapatan 3–3,8 miliar dolar AS per tahun. 

Atas kiprahnya, dia tercatat menerima penghargaan Dharma Karya Energi Muda (2015) dari Kementerian ESDM, Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI (2018), dan Marketeer of The Year (2018) kategori gas. Setelah dari PGN, dia dipercaya memimpin portofolio energi di Medco Power dan kemudian menjadi Direktur Utama PT Inalum, yang pada 2024 mencetak rekor produksi aluminium tertinggi sepanjang sejarah perusahaan.

Di luar jabatan, Danny menekankan aktivitas sosialnya dengan membina komunitas Bajaj Gas (KOBAGAS) sejak 2016, mendorong pembentukan koperasi dan kepesertaan BPJS, mengadakan pengajian dan umrah bersama dengan biaya pribadi, menjadi orang tua asuh program SabangMerauke bagi anak dari daerah konflik, serta mendukung para penghafal Al-Qur’an. 

Semua itu, katanya, bukan untuk pencitraan, tetapi bentuk syukur dan bukti bahwa jabatan baginya adalah amanah, bukan privilege.

Terkait substansi perkara, Danny menjelaskan bahwa kerja sama PGN–IAE lahir dari kebutuhan strategis, yaitu mengamankan pasokan gas jangka panjang, melindungi pasar PGN dari penetrasi kompetitor, dan menjaga keberlanjutan jaringan pipa yang sudah dibangun dengan dana negara. 

Keputusan itu, menurutnya, diambil melalui mekanisme business judgment rule, dibahas dalam kajian lintas fungsi (komersial, keuangan, hukum, risiko), dikawal prinsip tata kelola BUMN, serta diputuskan secara kolektif dalam Rapat Direksi, bukan secara pribadi.

Dia menegaskan, skema advance payment sebesar 15 juta dolar AS kepada IAE adalah uang muka jual beli gas yang akan menjadi pengurang tagihan gas atau bagian dari nilai akuisisi bila opsi korporasi dijalankan, bukan pinjaman tersembunyi. 

Dalam laporan keuangan PGN, dana itu dicatat sebagai uang muka gas, sementara di laporan IAE sebagai kewajiban (liabilitas), dan hingga kini masih diakui sebagai utang. Danny juga menunjukkan bahwa jika kontrak berjalan penuh, IAE berkewajiban memasok gas sekitar 228 juta dolar AS dan menanggung resiko take or pay ke pemasok hulu, fakta yang menurutnya justru menunjukkan tidak ada pihak yang diperkaya, melainkan lahir kewajiban finansial besar di pihak swasta.

Terkait tuduhan pelanggaran Permen ESDM 06/2016, Danny membantah keras. Dia mengatakan bahwa alokasi gas IAE berasal dari 2007, sebelum Permen berlaku, sehingga tunduk pada Pasal 36, bukan Pasal 35. 

Dia juga menyoroti adanya surat Dirjen Migas 15 September 2021 yang membolehkan kelanjutan PJBG PGN–IAE dengan rujukan yang sama, serta fakta bahwa hingga kini alokasi gas IAE tidak pernah dicabut. Bagi Danny, hal ini menguatkan bahwa Permen 06/2016 dan Permen 04/2018 adalah norma tata niaga untuk penataan pasar gas, bukan norma pidana yang otomatis menjadikan direksi BUMN sebagai pelaku korupsi.

Selain itu, Danny juga mengkritik perhitungan kerugian negara versi BPK yang menyatakan kerugian 15 juta dolar AS. Dia menilai audit itu dibangun hanya di atas asumsi pelanggaran Permen 06/2016, tanpa melibatkan ahli perundang-undangan maupun ahli bisnis migas, mengabaikan surat Dirjen Migas 2021, serta tidak memasukkan risiko pasar dan kompetisi yang dihadapi PGN. 

Menurutnya, sengketa terkait pelaksanaan kontrak dan jaminan fidusia/PCG semestinya diselesaikan melalui jalur perdata dan mekanisme tata kelola BUMN, bukan dikriminalisasi menjadi perkara korupsi terhadap pengurus PGN sendiri.

Menanggapi tuntutan 7 tahun 6 bulan penjara, Danny menggambarkan dampak personal yang berat, di mana masa anak-anaknya tumbuh tanpa kehadiran ayah, keluarga yang memikul beban dari luar tembok penjara, dan terpotongnya masa produktif yang seharusnya dipakai untuk terus mengabdi kepada negara. 

Meski begitu, dia menegaskan tetap mencintai Indonesia dan berharap generasi muda tidak menyerah mencintai negeri ini, sekalipun jalan perubahan sering kali terasa tidak ramah bagi mereka yang berusaha berbuat benar.

Di bagian akhir pledoi, Danny memohon majelis hakim menyatakan dirinya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan membebaskannya dari seluruh dakwaan (vrijspraak).

Sebagai alternatif, dia meminta dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dengan pertimbangan bahwa keputusannya adalah keputusan bisnis kolektif yang dapat diselesaikan melalui jalur perdata. 

Doa menutup pembelaan dengan keyakinan bahwa hakim adalah wakil Tuhan yang akan memutus berdasarkan nurani yang bersih, sekaligus berharap putusan nanti menjadi tonggak perlindungan hukum bagi tata kelola BUMN dan para profesional yang masih ingin mengabdi tanpa takut dikriminalisasi karena keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik.

Sebelumnya, Danny Praditya didakwa melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan keuangan negara sebesar 15 juta dolar AS atau setara Rp246 miliar terkait kasus dugaan korupsi dalam jual beli gas antara PGN dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE) periode 2017-2021.

Perhitungan kerugian negara itu merupakan hasil investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikeluarkan pada Oktober 2024 silam. 

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ni Nengah Gina Saraswati mengatakan, korupsi diduga dilakukan melalui kegiatan untuk memperoleh dana dari PGN dalam rangka menyelesaikan utang Isargas Group, padahal PGN bukan merupakan perusahaan pembiayaan.

"Kegiatan dilakukan dengan cara memberikan advance payment dalam kegiatan jual beli gas dan mendukung rencana akuisisi PT PGN dengan Isargas Group, padahal terdapat larangan jual beli gas secara berjenjang dan tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut," ucap JPU saat pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/9/2025).

Akibat perbuatan Danny bersama-sama dengan Komisaris PT IAE periode 2006-2024 Iswan Ibrahim, terdapat beberapa pihak yang diperkaya sehingga merugikan negara, yaitu Iswan sebagai pemilik manfaat PT IAE sebesar 3,58 juta dolar AS atau Rp58,71 miliar serta Komisaris Utama PT IAE Arso Sadewo sebesar 11,04 juta dolar AS atau Rp181,06 miliar.

Topik Menarik